Tolak Pungutan OJK, Sejumlah Advokat Mengadu ke HKHPM
Berita

Tolak Pungutan OJK, Sejumlah Advokat Mengadu ke HKHPM

Ketua Umum HKHPM Indra Safitri berencana menemui asosiasi profesi penunjang pasar modal lainnya.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP
Ketua HKHPM Indra Safitri (tengah). Foto: SGP
Sejumlah advokat mendatangi kantor Sekretariat Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) di Gedung Menara Imperium Jakarta, Jumat (5/6). Selaku anggota HKHPM, mereka hendak menyampaikan aspirasi terkait pelaksanaan pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kita sebagai anggota HKHPM merasa keberatan atas pungutan yang dilakukan OJK, dimana iuran ini ditagihkan sebagai piutang negara bagi mereka yang telat membayar,” kata Harry Witjaksono kepada hukumonline, Jumat (5/6).

Dipaparkan Harry, alasan keberatannya adalah karena tidak semua anggota HKHPM melakukan pekerjaan atau proyek terkait kegiatan pasar modal. Menurut Harry, hanya sekitar 30 persen yang membayar pungutan OJK tersebut. Sisanya, sekitar 70 persen, tidak membayar pungutan karena tidak mendapat pekerjaan terkait kegiatan pasar modal.

“Bukannya kami menuntut, tetapi di sini ada ketidakadilan. Kita tidak mendapat apa-apa tetapi kita diharuskan membayar. Mungkin buat lawyer kecil ya (besaran pungutan OJK, RED), bukan soal itunya, tetapi ketidakadilannya,” ujar Anggota Komisi III DPR periode 2009-2014 itu.    

Pasal 5 ayat (1) PP Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK berbunyi, “Jenis Pungutan yang berlaku pada OJK meliputi: a. biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pengesahan, dan penelaahan atas rencana aksi korporasi; b. biaya tahunan dalam rangka pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penelitian.

Lampiran PP Nomor 11 Tahun 2014 menetapkan besarnya biaya tahunan untuk profesi penunjang adalah Rp5 juta. Khusus untuk periode 2014, PP memberikan kelonggaran pembayaran biaya tahunan dengan cara

Lalu, Pasal 20 ayat (1) mengatur sanksi jika pungutan tidak dibayar atau telah dibayar yakni dikenakan sanksi administratif berupa denda oleh OJK sebesar 2% per bulan dari jumlah Pungutan yang wajib dibayar dan paling banyak 48% dari jumlah Pungutan yang wajib dibayar dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung 1 bulan. Ayat (2) memberikan kewenangan kepada OJK untuk menetapkan sanksi administratif tambahan atau tindakan tertentu.

Menurut Harry, pungutan OJK seharusnya jangan diterapkan secara rutin tiap tahun, tetapi hal itu hanya diterapkan ketika konsultan hukum pasar modal mendapatkan pekerjaan pasar modal. “Jadi, kita maunya begini, kalau dapat proyek (pasar modal), ditentukan saja sekian besar pungutannya.”

Yang juga dipersoalkan Harry dan beberapa advokat lainnya adalah ‘ancaman’ apabila pungutan itu tidak dibayar sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan, maka OJK akan mengkategorikan sebagai piutang macet. Selanjutnya, OJK akan menyerahkan penagihan atas pungutan itu kepada Panitia Urusan Piutang Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Itu kan menjadi tagihan negara, kita jadi di-black list (masuk daftar hitam, RED) lho. Sama saja seperti kredit macet, nanti teman-teman tidak bisa menjadi anggota DPR, komisioner atau bupati gara-gara di-black list,” jelasnya.

Dikatakan Harry, dia dan beberapa advokat anggota HKHPM lainnya mengadu ke organisasi dengan harapan HKHPM segera melakukan pertemuan dengan asosiasi profesi penunjang pasar modal lainnya untuk membahas persoalan ini. Harry juga mengusulkan agar HKHPM melakukan audiensi dengan DPR.

“Paling tidak kalau OJK tetap mempertahan kebijakannya, kita akan minta (DPR) ubah undang-undangnya,” ujar Harry.

Alternatif lainnya, Harry mengatakan dirinya bersama sebagian besar anggota HKHPM lainnya akan keluar dari organisasi HKHPM.

“Kami berharap OJK merevisi peraturan itu, karena kami profesi penunjang bukan pelaku usaha. Jadi, seharusnya kita tidak dikenai pungutan,” kata Nur Setia Alam, yang turut mengadu ke HKHPM.

Turut merasa keberatas atas pungutan OJK, Nixon DH Sipahutar mengkritik multi fungsi yang dijalankan OJK. Menurut Nixon, bagaimana mungkin satu lembaga bisa menjalan fungsi regulator, pengawasan, dan eksekutor sekaligus. Dengan fungsi yang begitu besar, Nixon bahkan berpendapat OJK lebih superbody dari KPK.

“OJK kan bisa pungut uang, kalau KPK tidak bisa,” tukasnya.

Dimintai tanggapannya, Ketua Umum HKHPM Indra Safitri berjanji akan menyurati OJK untuk menyampaikan aspirasi anggota yang keberatan terhadap pungutan OJK. Selain itu, kata Indra, HKHPM juga akan berkoordinasi dengan asosiasi profesi penunjang pasar modal lainnya seperti notaris dan akuntan.

Tags:

Berita Terkait