Warga Bandung Persoalkan Aturan Ahli Dalam KUHAP
Berita

Warga Bandung Persoalkan Aturan Ahli Dalam KUHAP

Mulai dari kriteria, standar keahlian hingga biaya.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
KUHAP. Foto: SGP
KUHAP. Foto: SGP

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri). Permohonan tersebut diajukan oleh seorang warga bandung bernama Sri Royani.

Sri menguji Pasal 7 ayat (1) huruf g, Pasal 120 ayat (1), dan Pasal 229 ayat (1) KUHAP dan Pasal 229 ayat (1) UU Polri, semuanya mengatur tentang ahli dalam proses pemeriksaan perkara. Pasal-pasal itu dinilai Sri berpotensi merugikan dan menghalanginya dalam mencari keadilan serta menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik.

Pemohon berpendapat bahwa terdapat beberapa frasa dalam pasal a quo yang bersifat ambigu. Misalnya dalam Pasal 120 ayat (1) KUHAP, frasa “Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”. Menurut Sri, pasal itu tidak menjelaskan secara ekplisit kapan, bagaimana dan dalam keadaan apa keterangan ahli diperlukan.

Demikian pula frasa “pendapat ahli” dalam pasal yang sama, tidak jelas paramater dan kriterianya untuk dikatakan sebagai ahli. Selain itu, tidak jelas pula apakah frasa “yang memiliki keahlian khusus” itu adalah sama dengan kata “ahli”, karena dalam pasal tersebut ada kata “atau” yang artinya memiliki pengertian berbeda.

Dengan mengajukan permohonan uji materi ini, Sri berharap agar ketentuan yang mengatur mengenai seorang ahli dalam suatu pemeriksaan perkara akan memperoleh ketetapan posisi hukum. Bagaimana dan dalam keadaan apa keterangan ahli dapat atau mutlak diperoleh pada saat penyidikan. Juga kejelasan kriteria, standardisasi, tolak ukur, dan parameter bagi seseorang untuk dapat dinyatakan sebagai seorang ahli, serta  seperti apa ahli yang harus memberikan keterangan.pat

Sri mengaku sedang berjuang untuk mencari kepastian hukum di Polda Jabar, yang sudah berlangsung selama em tahun. Menurutnya, kasus yang diajukan ke Polda Jabar sudah jelas bukti materiilnya, namun terganjal oleh opini penyidik yang harus memanggil keterangan ahli dari tiga universitas ahli yang berbeda. Kasus yang menimpa pemohon adalah penipuan dan penggelapan sebidang tanah.

“Sebetulnya itu yang harus memanggil ahli itu sebetulnya itu atas biaya siapa? Tapi saya cari di mana-mana, tidak pernah diterbitkan (peraturan pelaksananya) dari tahun 1981,” ujarnya di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu (10/6).

Tags: