MK Segera Putuskan Nasib Tiga Pengujian UU Perkawinan
Berita

MK Segera Putuskan Nasib Tiga Pengujian UU Perkawinan

“Kita sudah memperjuangkan apa yang kita anggap benar dan tepat”.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Para pemohon pengujian UU Perkawinan. Foto: RES
Para pemohon pengujian UU Perkawinan. Foto: RES
Ada banyak perkara di Mahkamah Konstitusi yang . Salah satunya, pengujian UU Perkawinan. Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan pembacaan putusan pengujian Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) dan (2) tentang Perkawinan pada 18 Juni 2015. Putusan pengujian Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan mengenai syarat sahnya perkawinan terkait kawin beda agama yang teregister 68/PUU-XII/2014 dimohonkan mahasiswa dan alumnus Fakultas Hukum UI.   Untuk pengujian Pasal 7 ayat ayat (1) UU Perkawinan mengenai tercatat dengan teregister No. 30/PUU-XII/2014 dimohonkan Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan. Sementara uji Pasal 7 ayat (1), (2) UU Perkawinan teregister No. 74/PUU-XII/2014 dimohonkan Indry Oktaviani, Fr Yohana Tantria W, Dini Anitasari Sa’baniah,     Salah satu , Damian Agata Yuvens mengaku tidak memiliki harapan khusus terhadap putusan pengujian UU Perkawinan ini. Ia beralasan, apa yang diperjuangkan lewat Mahkamah Konstitusi semata-mata menganggap persoalan kawin beda agama perlu mendapatkan pengakuan negara. “Kita sudah memperjuangkan yang kita anggap benar dan tepat. Selebihnya, kita serahkan kepada Majelis MK untuk memutuskan,” kata Damian saat dihubungi, Selasa (16/6).   Damian mengajak publik untuk mengkaji dan mengkritisi apapun yang menjadi keputusan Mahkamah dalam pengujian UU Perkawinan ini. “Apapun hasilnya harus kita terima, mari kita pelajari rasionalisasi dan pertimbangan putusannya nanti. Kita tungga saja putusannya besok,” kata Damian.   Dihubungi terpisah, salah satu kuasa hukum Koalisi 18+, Supriyadi Widodo Eddyono, berharap MK mengabulkan pengujian Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan. MK bisa memberi tafsir kosntitusional dengan menaikkan batas usia pernikahan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Usia 16 tahun masih masuk kategori usia anak.     “Ini praktiknya macam-macam, bisa pengadilan, rekomendasi pejabat Kantar Urusan Agama (KUA), lurah, kyai. Kita mintanya hanya ‘pengadilan’ yang memberi rekomendasi dispensasi usia pernikahan dengan menghapus frasa ‘pejabat lain’.  Ini harapan besar kita,” kata Supriyadi.        mengabulkan permohonan ini karena ketentuan itu telah menimbulkan ketidakpastian hukum perkawinan dan melanggar hak anak karena melegitimasi perempuan yang masih berstatus anak untuk menikah.  

Untuk diketahui, sejak pertengahan tahun lalu, sidang uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menjadi isu yang menarik perhatian publik. Sebab, selain meminta pandangan pembentuk Undang-Undang, juga melibatkan sejumlah pemuka dan organisasi agama di Indonesia untuk menyampaikan pandangannya. Permohonan ini berkaitan dengan perkawinan beda agama. Kasus-kasus kawin beda agama dianggap memperlihatkan adanya upaya penyelundupan hukum sebagai akibat berlakunya pasal itu.

Hampir bersamaan, Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan dan Koalisi 18+ memohon pengujian Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan. Permohonan ini ini berkaitan dengan batas usia pernikahan bagi perempuan dan pengesahan dispensasi usia pernikahan. Para pemohon meminta batas usia nikah bagi perempuan dinaikkan dari 16 tahun menjadi 18 tahun.

Lewat pengujian Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan, Koalisi 18+ meminta hanya pengadilan yang berhak mengeluarkan penetapan dispensasi usia nikah, bukan pejabat lain. Selain DPR dan Pemerintah, Mahkamah Konstitusi juga mendengar pandangan sejumlah ahli da para pemuka agama. MK sudah menggelar sidang kurang lebih 8 kali. Terakhir digelar rentang waktu November-Desember 2014.
putusannya ditunggu-tungguUU No. 1 Tahun 1974

batas usia pernikahanHadiyatut Thoyyibah, Ramadhaniati, dan Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia untuk Penghentian Perkawinan Anak (Koalisi 18+).

Seperti dilansir dalam laman resmi MK, putusan pengujian yang menguji konstitusionalitas kawin beda agama, batas usia pernikahan bagi perempuan, dan pengesahan dispensasi usia pernikahan ini akan dibacakan pada Kamis (18/6) pukul 13.30 WIB. Ada beragam harapan dari para pemohon terhadap putusan pengujian UU Perkawinan ini yang cukup lama ditunggu publik ini.

pemohon





Ia juga berharap MK bisa memberi tafsir konstitusional Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan dengan menegaskan hanya pengadilan yang bisa menetapkan dispensasi usia pernikahan, bukan pejabat lain. Sebab, selama ini dalam praktik yang ‘pejabat lain’ yang memberi dispensasi usia pernikahan ditafsirkan beragam.



Menurutnya, berlakunya Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan ini telah melegitimasi praktik perkawinan anak di Indonesia. Makanya, pihaknya berharap MK  
 
"Jika dikabulkan, ini terobosan hukum luar biasa untuk memberikan batas usia nikah bagi perempuan. Implikasi putusan ini dapat mengubah rekomendasi izin usia untuk menikah. Ini bisa menurunkan jumlah perkawinan anak Indonesia karena saat ini jumlah perkawinan anak di beberapa wilayah Indonesia melonjak drastis,” harapnya.
 
Jika ditolak, satu-satunya jalan untuk mengubah batas usia perkawinan adalah dengan melakukan revisi UU perkawinan yang membutuhkan waktu lama.”
Tags:

Berita Terkait