Buruh Ingin Tak Ada Penangguhan Upah Minimum
Berita

Buruh Ingin Tak Ada Penangguhan Upah Minimum

Kalau pengusaha tak sanggup bayar, apa solusinya?

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Kuasa Hukum Pemohon, Pelikson Silitonga saat diwawancara media elektronik, Rabu (17/6). Foto: Humas MK
Kuasa Hukum Pemohon, Pelikson Silitonga saat diwawancara media elektronik, Rabu (17/6). Foto: Humas MK
Sejumlah serikat akhirnya mempersoalkan ketentuan penangguhan upah minimum yang diatur Pasal 90 ayat (2) berikut penjelasannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenakerjaan ke Mahkamah Konsitusi (MK). Pemohonnya, DPP Gabungan Serikat Buruh Mandiri (GSBM) dan DPP Serikat Buruh Bangkit (SBB) yang merasa dirugikan dengan berlakunya aturan itu.

“Pasal 90 ayat (2) itu jelas-jelas merugikan bagi buruh,” ujar kuasa hukum para pemohon, Pelikson Silitonga dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Rabu (17/6).

Pasal 90 ayat (2) UU Ketenakerjaan berbunyi “Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.” Penjelasannya, “Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir, perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah.”

Pelikson menjelaskan prinsip yang tertuang dalam Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha membayar upah di bawah upah minimum yang ditetapkan di daerah tertentu. Namun, justru dalam Pasal 90 ayat (2) masih dibolehkan menangguhkan pembayaran upah minimum apabila pengusaha tidak mampu.

“Tetapi, ketidakmampuannya tidak dijelaskan. Sebenarnya isi Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang mengandung ketidakpastian dan ketidakadilan yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) UUD 1945,” kata Pelikson.

Menurutnya, letak ketidakadilan Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan lantaran pengusaha tidak diwajibkan membayar sisa kekurangan upah minimum selama masa penangguhan. “Kan pengertian ‘penangguhan’ diartikan ketika pengusaha sudah mampu, seharusnya kekurangan upah minimum tetap dibayarkan selama setahun itu atau dirapel,” kata dia menjelaskan.

“Kalau digembor-gemborkan sekarang buruh mendapatkan upah layak, tidak benar. Faktanya, buruh masih mendapatkan upah di bawah standar kebutuhan hidup layak. Jadi, belum bicara sampai ‘upah layak nasional’,” lanjutnya.

Karena itu, para pemohon meminta agar Pasal 90 ayat (2) dibatalkan atau dihapus. Apabila pengujian ini dikabulkan tentunya pengusaha wajib membayar upah minim kepada buruh/pekerjanya tanpa ada penangguhan. “Upah minimum wajib tanpa terkecuali. Ini semata-mata untuk menjamin hak-hak buruh menuju hidup layak,” tegasnya

Dia menambahkan dalam beberapa kasus faktanya banyak pengusaha yang tidak melaksanakan kebijakan upah minimum dan tidak mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada gubernur.

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Panel Manahan MP Sitompul meminta memperjelas argumentasi jangka waktu penangguhan berapa lama dan siapa yang berhak menetapkan penangguhan. “Permohonan ini agar lebih jelas dan bisa dimengerti ini, sehingga nanti kelihatan logikanya,” saran Manahan dalam persidangan.

Manahan menilai dalam petitum permohonan ini meminta tidak perlu lagi ada penangguhan. Lantas, dia mempertanyakan kalau tidak ada penangguhan apa perlu alternatif lain (konstitusional bersyarat) dalam petitum daripada harus menghapus pasal. “Karena bagaimanapun juga terkadang kondisi pengusaha ini kan tentu ada yang harus bisa ditoleransi? Apa sebaiknya tidak dibuat alternatif saja,” sarannya.
Tags:

Berita Terkait