Pengusaha Khawatirkan Aturan Pengusahaan Air
Berita

Pengusaha Khawatirkan Aturan Pengusahaan Air

Ada dua jenis industri yang memanfaatkan air.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Implikasi putusan MK tentang sumber daya air masih terus diperdebatkan. Ilustrasi air di pancuran. Foto: MYS
Implikasi putusan MK tentang sumber daya air masih terus diperdebatkan. Ilustrasi air di pancuran. Foto: MYS
Setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan seluruh isi UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (putusan No. 85/PUU-XI/2013), kalangan pengusaha masih dilanda rasa khawatir. Meskipun Mahkamah Konstitusi memberlakukan kembali UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, putusan mengisi kekosongan hukum itu, tak menghapuskan sepenuhnya kekhawatiran pengusaha.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani, mengatakan UU Pengairan tidak serta merta bisa diimplementasikan di lapangan. Pelaku usaha di bidang pengairan menjadi ragu, jangan-jangan nanti bisa dipersoalkan. UU Pengairan, kata Hariyadi, tak mengatur tegas kerjasama pemerintah dan swasta dalam pengusahaan air.

Kekhawatiran pengusaha makin menjadi-jadi setelah Pemerintah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Sumber Daya Air, dan RPP tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Kedua RPP ini, kata Hariyadi, berpotensi menutup peluang swasta mengusahakan air. Pelaku usaha yang tetap mengusahakan air bisa terancam pidana.

Ia justru khawatir kedua RPP pada hakikatnya tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan Mahkamah tak menutup sama sekali peluang swasta masuk atau bekerjasama dengan pemerintah. Kerjasama diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat. “Kami khawatir kedua RPP itu justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengusahaan air," katanya dalam jumpa pers di Apindo Training Center di Jakarta, Kamis (18/6).

Hariyadi menilai kedua RPP itu menekan pengusaha yang memproduksi air minum dalam kemasan. Regulasi itu mengkualifikasi apa yang dilakukan produsen air minum kemasan sebagai bentuk komersialisasi air. Padahal, sampai saat ini ada banyak perusahaan di bidang makanan dan minuman yang menggunakan air sebagai bahan bakunya. Jika kedua RPP itu diterbitkan maka para pengusaha itu akan terkena dampak negatifnya termasuk restoran, hotel dan tekstil karena mereka menggunakan air untuk produksi.

Bahkan saat ini Hariyadi memantau sudah ada perusahaan multinasional yang memproduksi minuman bersoda di Sumedang terancam pidana karena memanfaatkan air tanah. Untuk itu dalam menerbitkan regulasi pemerintah perlu membahasnya secara komprehensif dan memperhatikan kepentingan berbagai pihak khususnya dunia usaha.

Juru bicara Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air (FKLAPA), Rachmat Hidayat, menjelaskan ada dua jenis industri yang memanfaatkan air, yakni jenis usaha penyedia air minum dan jenis usaha menggunakan air sebagai bahan baku atau media untuk menghasilkan barang atau jasa. Menurut Rachmat, dalam kedua RPP tersebut perbedaan jenis industri yang memanfaatkan air itu tidak diatur terpisah tapi digabung. Padahal karakteristik masing-masing industri itu berbeda.

Rachmat melihat pemerintah selama ini belum sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Untuk itu dibutuhkan peran swasta. Bahkan kalangan industri yang memerlukan air bersih harus bisa memenuhinya sendiri. Ia berharap dalam kedua RPP itu diatur secara detail terkait pengelolaan air untuk industri.

Rachmat juga menyoroti ketentuan dalam RPP itu yang tidak memberi ruang bagi investasi asing untuk menggunakan air. Menurutnya, RPP tersebut mestinya tidak perlu mengatur tentang perizinan, tapi mengatur pengelolaan air. “Seharusnya antara PMDN dan PMA mendapat perlakuan yang sama,” tukasnya.
Tags:

Berita Terkait