Mengintip Isi RPP E-Commerce
Berita

Mengintip Isi RPP E-Commerce

Ada tiga pelaku usaha yang masuk dalam bisnis ini, pedagang, PTPMSE dan penyelenggara sarana perantara.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Aktivitas pengguna internet. Foto: SGP (Ilustrasi)
Aktivitas pengguna internet. Foto: SGP (Ilustrasi)
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau biasa yang dikenal dengan bisnis e-commerce masih dibahas oleh pemerintah. Berdasarkan naskah RPP e-Commerce yang diperoleh hukumonline, terdapat tiga jenis yang masuk kategori pelaku usaha pada transaksi perdagangan ini.

Hal itu terdapat pada Pasal 11 RPP yang menyebutkan pelaku usaha pada transaksi perdagangan melalui sistem elektronik meliputi pedagang, penyelenggara transaksi perdagangan melalui sistem elektornik (PTPMSE) dan penyelenggara sarana perantara.

Dalam RPP dijelaskan bahwa yang dimaksud pedagang (merchant) adalah pelaku usaha yang melakukan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik baik dengan sarana yang dibuat dan dikelola sendiri secara langsung atau melalui sarana milik penyelenggaran transaksi perdagangan melalui sistem elektronik.

Sedangkan PTPMSE adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektornik yang digunakan untuk transaksi perdagangan. Untuk penyelenggara sarana perantara (intermediary services) adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang hanya berfungsi sebagai perantara komunikasi elektronik antara pengirim dengan penerima.

Untuk pedagang dan penyelenggara sarana perantara dapat berbentuk perorangan atau badan usaha. Sedangkan untuk PTPMSE wajib berbentuk badan usaha yang berbadan hukum Indonesia. Dalam RPP ini juga diatur mengenai pedagang, PTPMSE dan penyelenggara sarana perantara yang berkedudukan di luar negeri.

Pasal 13 RPP menyebutkan bahwa pedagang, PTPMSE dan penyelenggara sarana perantara berkedudukan di luar negeri yang melakukan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik dengan konsumen yang berkedudukan di Indonesia, dianggap melakukan kegiatan operasional di Indonesia.

Untuk penjelasan pasal ini adalah kebijakan perdagangan melalui sistem elektronik pada dasarnya mengikuti kebijakan dalam negeri, sedangkan terhadap transaksi yang bersifat lintas batas negara mengikuti kebijakan perdagangan luar negeri dan atau perdagangan di wilayah perbatasan.

Dalam RPP juga diatur kewajiban pelaku usaha untuk memiliki tanda daftar khusus sebagai pelaku usaha transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Hal tersebut tertulis pada Pasal 18 RPP. PTPMSE dan pedagang yang memiliki sistem transaksi melalui elektronik wajib memiliki izin khusus perdagangan elektronik dari menteri.

Izin ini juga berlaku bagi pedagang dan PTPMSE yang melakukan kegiatan usaha di dalam wilayah hukum Indonesia. Sedangkan penyelenggara sarana perantara tidak perlu izin dari menteri jika bukan merupakan pihak yang mendapatkan manfaat (beneficiary) atau tidak terlibat langsung dalam hubungan kontraktual para pihak yang melakukan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik.

Izin usaha sebagai penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi merupakan domain kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sedangkan izin penyelenggaran sarana dan aplikasi perdagangan merupakan domain kewenangan Kementerian Perdagangan.

Kontrak Elektronik
Dalam Pasal 75 RPP disebutkan bahwa pelaku usaha wajib menyediakan kontrak elektronik yang dapat diunduh dan atau disimpan oleh konsumen. Sedangkan Pasal 76 menjelaskan, kontrak elektronik dianggap otomatis menjadi batal demi hukum apabila terjadi kesalahan teknis akibat tidak adanya akuntabilitas sistem.

Karena kesalahan teknis tersebut, maka tidak ada kewajiban hukum untuk mengembalikan barang dan atau jasa yang telah dikirimkan dan diterima oleh pihak lain, hal tersebut dianggap sebagai pemberian cuma-cuma. Kerugian akibat kesalahan teknis tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pedagang, PTPMSE dan penyelenggara sarana perantara.

Dalam RPP juga tercantum kewajiban bagi pedagang dan PTPMSE untuk memberikan jangka waktu paling sedikit 15 hari kerja untuk penukaran barang dan atau jasa atau pembatalan pembelian terhitung sejak baran dan atau jasa tersebut diterima oleh konsumen. Penukaran atau pembatalan pembelian tersebut bisa dilakukan jika barang yang diterima tidak sesuai dengan barang yang disepakati dalam kontrak, rusak atau kadaluwarsa.

Konsumen yang melakukan penukaran barang dan atau jasa tersebut hanya dibebankan untuk mengganti biaya pengiriman saja. Untuk mengantisipasi hal ini, Pasal 78 RPP mewajibkan PTPMSE untuk menyediakan akun rekening sebagai jaminan (escrow) adanya kepastian pengembalian dana konsumen apabila terjadi pembatalan pembelian oleh konsumen.

Jika masalah kontrak elektronik, penukaran barang dan penyediaan akun rekening oleh PTPMSE tidak dilakukan sesuai RPP, maka pelaku usaha tersebut diancam dengan sanksi adiminstratif. Mulai dari peringatan tertulis, denda, pencabutan izin dan atau tanda daftar sebagai PTPMSE, dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawasan dan atau dimasukkan ke dalam daftar hitam. Untuk ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri.
Tags:

Berita Terkait