Delegitimasi KPK, Skenario di Balik Ngototnya Revisi UU KPK?
Berita

Delegitimasi KPK, Skenario di Balik Ngototnya Revisi UU KPK?

Pimpinan KPK menduga ada yang khawatir menjadi korban OTT KPK.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji. Foto: RES.
Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji. Foto: RES.

Pelaksana tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menduga ada kekhawatiran pihak-pihak tertentu atas kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK. Pasalnya, pihak-pihak tersebut sangat bersemangat merevisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, khususnya merevisi marwah KPK, yaitu penyadapan.

Banyak dugaan yang berkembang. Mulai dari ketakutan disadap KPK hingga skenario mendelegitimasi kelembagaan KPK. "Kemungkinan ada rasa kekhawatiran akan maupun telah menjadi korban OTT (Operasi Tangkap Tangan). Ada juga rasa iri atau ekstremnya akan melakukan deligitimasi kelembagaan KPK," kata Indriyanto, Jumat (26/6).

Upaya deligitimasi kelembagaan KPK ini juga tercium oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Lalola Ester menilai ada skenario besar di balik rencana revisi UU KPK inisiatif DRP yang sekarang masuk Prolegnas prioritas 2015. "Pada titik tertentu yang ekstrim akan ada legitimasi untuk membubarkan KPK," ujarnya kepada hukumonline.

Bagaimana tidak, dalam poin-poin usulan revisi yang disampaikan pemerintah ke Badan Legislasi DPR beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly meminta peninjauan ulang kewenangan KPK, seperti kewenangan penyadapan saat proses penyelidikan dan penuntutan yang harus disinergikan dengan Kejaksaan Agung.

Padahal, menurut Lalola, banyak perkara korupsi besar KPK yang justru didapat dari penyadapan. Apabila kewenangan penyadapan saat proses penyelidikan ini dihapuskan, maka sama saja dengan memotong "taring" KPK. Terlebih lagi jika penuntutan KPK harus diserahkan ke Kejaksaan, sehingga fungsi KPK hanya pencegahan, penyelidikan, dan penyidikan.

Lola menyatakan, proses pelimpahan perkara yang tidak di satu atap akan memperlambat penanganan perkara karena alur birokrasi yang panjang. "(Sebaliknya) Jika penuntutan KPK ada di satu atap justru membantu percepatan penyelesaian perkara dan memotong birokrasi yang biasanya rumit kalau dipisah," terangnya.

Kemudian, mengenai usulan anggota DPR yang ingin memberikan KPK kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), Lola tidak sependapat. Ia khawatir, jika KPK diberikan kewenangan SP3, tidak ada lagi yang menjadi pembeda antara KPK dengan lembaga penegak hukum lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait