KPPU Bantah Tudingan Surat Kaleng di Kompasiana Soal Swap Mitratel
Berita

KPPU Bantah Tudingan Surat Kaleng di Kompasiana Soal Swap Mitratel

Berkaitan dengan transaksi swap Mitratel, KPPU hingga saat ini belum menerima notifikasi dari pihak Mitratel atau pihak-pihak terkait.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU. Foto: Sgp
Gedung KPPU. Foto: Sgp

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membantah tudingan bahwa telah melakukan audit terkait transaksi tukar guling (swap) PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel). Tudingan dari surat kaleng yang dimuat dalam laman kompasiana tanggal 23 Juni 2015 lalu itu juga menyebutkan bahwa komisioner KPPU pecah kongsi terhadap transaksi tersebut.

Dari rilis KPPU yang diterima hukumonline, Senin (29/6), KPPU menjelaskan bahwa berkaitan dengan transaksi swap Mitratel, pintu yang dimungkinkan bagi KPPU melakukan penelaahan adalah melalui proses kontrol merger/akuisisi. Terkait hal ini, telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo. PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Bahwa, mengenai post-merger notifikasi, atau pelaku usaha yang melakukan transaksi merger/akuisisi yang memenuhi threshold wajib melakukan notifikasi selambatnya 30 hari setelah transaksi merger/akuisisi tersebut berlaku secara efektif yuridis. Atas dasar itu, KPPU baru dapat melakukan penilaian dan mengeluarkan pendapat setelah pelaku usaha terkait melakukan notifikasi ke KPPU sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mengenai transaksi swap Mitratel, hingga kini KPPU belum menerima notifikasi dari pihak Mitratel atau pihak-pihak terkait. Hal ini dapat dipahami karena transaksi tersebut masih dalam proses, sebagaimana banyak dimuat di media massa. “Oleh karena itu, pernyataan berikut dalam berita tersebut (kompasiana, red) adalah tidak benar adanya,” demikian isi siaran pers KPPU.

Sebagaimana dikutip dari laman kompasiana yang berjudul ‘Swap Mitratel dan Suap Rp1 M dari Aria Bima Buat DPR’ itu intinya menolak tukar guling PT Mitratel. Alasannya, Mitratel merupakan anak perusahaan dari PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) itu adalah bagian dari BUMN.

Maka, Mitratel merupakan aset negara yang seharusnya tidak dijual murah. Menurut penulis, pilihan Initial Public Offering (IPO) terhadap Mitratel lebih menarik, jika dibandingkan dengan swap. Dalam tulisan tersebut, Aria Bima (Anggota DPR) disebut-sebut sebagai bandar untuk membagi-bagikan uang untuk mendukung swap dilakukan.

Dalam tulisan, bukan hanya KPPU saja yang disindir. KPK juga disebut telah melakukan penelaahan dugaan kerugian negara jika Mitratel dijual dengan metode swap. Hasil penghitungan KPK, kerugian negara akibat swap Mitratel mencapai Rp11 triliun. Namun, para komisioner KPK pecah kongsi.

Plt Pimpinan KPK Taufiequrrahman Ruki, Indriyanto Senoadji dan Zulkarnain disebut memutarbalikkan fakta dengan mengatakan swap Mitratel tidak merugikan negara. Sebaliknya, pimpinan KPK yang lain, Johan Budi dan Adnan Pandu Praja berpendapat bahwa swap Mitratel merugikan negara Rp11 triliun.

Sedangkan untuk KPPU, dalam surat kaleng tersebut disebutkan bahwa KPPU juga telah melakukan audit sendiri. Hasilnya tak beda, Komisioner KPPU juga pecah kongsi. Komisioner KPPU Muhammad Nawir Messi, Tresna Priyana Soemardi dan Syarkawi Rauf mengatakan tak ada masalah dalam swap Mitratel.

Sebaliknya, Komisioner KPPU Munrokhim Misanam, Saidah Sakwan dan Kamser Lumbanradja menyatakan ada indikasi mengarah pada monopoli jika PT Tower Bersama Infrastructure (TBI) menjadi pemilik baru Mitratel.

Tags:

Berita Terkait