Ahli Ini Bilang Pasal 28 UU Advokat Tak Perlu Ditafsirkan Lain
Utama

Ahli Ini Bilang Pasal 28 UU Advokat Tak Perlu Ditafsirkan Lain

PERADI hadirkan ahli dan dua saksi untuk memperkuat argumentasinya menolak permohonan pengujian UU Advokat. Masih berkutat pada hubungan mekanisme pemilihan dengan perpecahan organisasi.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Ahli yang dihadirkan PERADI, Muhammad Arif Setiawan saat menyampaikan keterangan dalam sidang uji materi UU Advokat, Rabu (1/7) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto: Humas MK
Ahli yang dihadirkan PERADI, Muhammad Arif Setiawan saat menyampaikan keterangan dalam sidang uji materi UU Advokat, Rabu (1/7) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto: Humas MK
Keberadaan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terkait organisasi advokat dan sistem pemilihan pengurus organisasi advokat (PERADI)dinilai justru memperkuat eksistensi organisasi advokat dan advokat. Sebab, dari ketentuan itu organisasi advokat dapat menentukan sendiri mekanisme pemilihan ketua umum yang disepakati bersama yang dituangkan dalam AD/ART PERADI.

“Selama ini PERADI tidak pernah sekalipun menghalangi/melarang hak para pemohon untuk memilih dan atau dipilih sebagai Ketua Umum DPN PERADI. Justru melalui AD/ART itulah hak para pemohon akan dipenuhi meski belum sesuai keinginan,” kata Dosen Fakultas Hukum (FH) UII Yogyakarta, Muhammad Arif Setiawan saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan pengujian UU Advokat di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (01/7).

Arif menepis anggapan para pemohon bahwa ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU Advokat sebagai sumber perpecahan dalam tubuh organisasi advokat. Menurutnya, ketentuan itu telah memberi pemahaman yang jelas, khususnya berkaitan dengan siapakah yang dimaksud dengan “organisasi advokat” sesuai dengan beberapa tafsir putusan MK yang dimaksud satu-satunya organisasi advokat adalah PERADI.

“Pasal 28 ayat (1) UU Advokat tidak perlu ditafsirkan lain karena bagian pengertian organisasi advokat diperjelas yakni PERADI. Jadi, ini tidak perlu dikaitkan dengan tata cara pemilihan pengurus DPN PERADI,” ujar ahli yang dihadirkan PERADI ini selaku pihak terkait.

Demikian pula dengan materi muatan Pasal 28 ayat (2) UU Advokat dianggap jelas atau tidak multitafsir, sehingga tidak perlu ditafsirkan lain. Apabila ditafsirkan dengan mengurangi atau menambah makna justru akan semakin menjauhkan makna sesuai kehendak pembentuk Undang-Undan (UU). Terlebih, ketentuan ini memberi delegasi melalui AD/ART (PERADI).

“Apabila para pemohon ingin mengubah AD/ART dengan sistem langsung atau satu advokat satu suara yang belum terlaksana sebenarnya bukan persoalan konstitusionalitas,” katanya.

Dua saksi
Dalam kesempatan ini, PERADI menghadirkan dua saksi fakta yakni mantan Ketua DPC Bekasi Saleh Mangara Sitompul dan Sekjen PERADI Thomas E Tampubolon. Dalam kesaksiannya, Mangara yang hadir mewakili DPC PERADI Bekasi Munas I PERADI 2010 di Pontinanak mengakui sistem one man one vote sempat disepakati dalam rapat Komisi A (pembahasan perubahan AD/ART) dalam Munas II PERADI.

“Tetapi, keputusan Komisi A ini tidak menjadi keputusan rapat pleno PERADI atau keputusan Munas PERADI I,” ujar Mangara dalam persidangan yang diketuai Anwar Usman.

Saat Munas PERADI di Pontianak, Kalimantan Barat, sudah ada wacana sistem pemilihan itu. “Kami selaku pimpinan sidang Munas I PERADI pernah mewacanakan penggunaan sistem one man one vote baik dalam pandangan umum maupun rapat Komisi A,” sambung Thomas.

Namun, kata dia, dalam rapat pleno wacana ini tidak menjadi keputusan rapat pleno atau keputusan Munas I PERADI. “Setelah itu, dalam rapat-rapat PERADI selama ini tidak pernah dibahas wacana sistem one man one vote. Baru menjelang Munas II PERADI di Makasar wacana ini muncul kembali,” katanya. Kesepakatan sistem one man one vote ini tidak mendapatkan persetujuan dalam rapat pleno.

Sebelumnya, sejumlah advokat yakni Ikhwan Fahrojih, Aris Budi Cahyono, Muadzim Bisri, dan Idris Sopian Ahmad mempersoalkan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU Advokat terkaitpenentuan susunan kepengurusan organisasi advokat.Dalam pemilihan ketua umum DPN PERADI yang pada Munas April 2010 di Pontianak disepakati menggunakan sistem one man one vote.  Ikhwan dan kawan-kawan menganggap Pasal 28 ayat (2) UU Advokat multitafsir karena dapat ditafsirkan sistem perwakilan atau one man one vote.

Para pemohon merasa ketentuan itu melanggar hak konstitusional mereka termasuk para advokat lain yakni melanggar hak mengeluarkan pendapat, kepastian hukum yang adil, dan hak untuk tidak didiskriminasi selaku profesi advokat. Sebab, hanya sebagian kecil advokat yang diberi hak memilih calon ketua umum PERADI, sebagian besarnya termasuk para pemohon tidak diberi hak memilih.

Menurut para pemohon, Pasal 28 ayat (2) UU Advokat mengandung makna kedaulatan tertinggi ada di tangan para advokat sendiri, termasuk saat pemilihan kepengurusan organisasi advokat. Namun, hal ini dimaknai kurang tepat melalui Pasal 32 AD PERADI (Desember 2004) dimana hak suara dalam Munas diwakili DPC dengan ketentuan setiap 30 anggota PERADI di suatu cabang memperoleh satu suara (perwakilan). Karenanya, mereka meminta MK menafsirkan Pasal 28 UU Advokat sepanjang dimaknai tata cara pemilihan pengurus pusat organisasi advokat dilakukan para advokat secara individual yang ditetapkan dalam AD/ART.
Tags:

Berita Terkait