KPK Larang PNS Minta THR
Berita

KPK Larang PNS Minta THR

Imbauan menolak gratifikasi ini erat kaitannya dengan jabatan dan kewajiban atau tugas sehingga memiliki risiko sanksi pidana.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES.
Gedung KPK. Foto: RES.

KPK melarang pegawai negeri sipil (PNS) dan penyelenggara negara untuk tidak meminta dana atau hadiah sebagai tunjangan hari raya (THR). Permintaan tersebut dilarang baik secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat atau perusahaan. KPK percaya hal tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang.

“Tindakan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang bisa menjurus pada tindak pidana korupsi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan atau menurunkan kepercayaan masyarakat,” demikian isi siaran pers KPK berupa surat imbauan yang diterima hukumonline, Selasa (7/7).

Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, ketua/pemimpin lembaga tinggi negara, ketua/pemimpin Komisi Negara, Jaksa Agung RI, Kapolri, Panglima TNI, para menteri Kabinet Kerja, kepala lembaga pemerintahan nonkementerian, Gubernur, Bupati, Walikota, Direksi BUMN/BUMD, serta pemimpin perusahaan dan asosiasi/himpunan perusahaan di Indonesia.

KPK berharap, dengan adanya surat tersebut maka para pemimpin lembaga negara/institusi pemeirntah dapat memberikan imbauan internal kepada pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak pemberian dalam bentuk apapun. Selain itu, KPK juga mengimbau pimpinan kementerian atau lembaga atau organisasi atau pemerintahan daerah dan BUMN atau BUMD untuk dapat menerbitkan surat terbuka atau iklan melalui media massa.

Surat   terbuka tersebut merupakan bentuk pemberitahuan publik lain yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan sesuatu apapun kepada para pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya. Sementara bagi pemimpin perusahaan atau asosiasi perusahaan, KPK berharap agar sadar dan taat dengan tidak memberikan gratifikasi, suap atau uang pelicin dalam bentuk apapun.

Terkait dengan penggunaan mobil dinas untuk mudik, KPK juga mengimbau agar para pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Dengan begitu, KPK berharap para pegawai negeri dan penyelenggara negara bisa menjadi contoh yang baik.

Imbauan menolak gratifikasi ini erat kaitannya dengan jabatan dan kewajiban atau tugas sehingga memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2001 jo. UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Jika PNS atau penyelenggara negara tersebut harus terpaksa menerima gratifikasi, maka wajib dilaporkan kepada KPK dalam 30 hari kerja sejak diterimanya gratifikasi tersebut.

Pada penjelasan Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa, gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Bila bingkisan tersebut berisi makanan yang mudah kadaluarsa dan dalam jumlah wajar, KPK menganjurkan agar dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak-pihak lain yang lebih membutuhkan. Namun, hal itu harus disertai laporan kepada masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya masing-masing instansi melaporkan seluruh rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK.

KPK menyatakan, jika terdapat PNS atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara. Selain itu, terdapat juga ancaman pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Tags:

Berita Terkait