Ahli Pidana Kritik Penerbitan Sprindik Dahlan Iskan
Berita

Ahli Pidana Kritik Penerbitan Sprindik Dahlan Iskan

Sprindik diterbitkan untuk satu perbuatan pidana.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Pakar Hukum Acara Pidana dari UII Mudzakkir saat menyampaikan keterangan sebagai ahli sidang praperadilan Dahlan Iskan di PN Jaksel, Kamis (30/7). Foto: RES.
Pakar Hukum Acara Pidana dari UII Mudzakkir saat menyampaikan keterangan sebagai ahli sidang praperadilan Dahlan Iskan di PN Jaksel, Kamis (30/7). Foto: RES.

Pakar Hukum Acara Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir mengkritik penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dalam kasus Dahlan Iskan oleh Kejaksaaan Tinggi DKI Jakarta.

Mudzakkir yang tampil sebagai ahli dalam sidang permohonan praperadilan Dahlan Iskan menilai ada kejanggalan sprindik yang diterbitkan oleh Kejati DKI Jakarta. Pasalnya, dalam penetapan Dahlan sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan dari 15 sprindik yang berbeda. Selain itu, tanggal penetapan sprindik sama dengan tanggal penetapan Dahlan sebagai tersangka.

Menurut Mudzakkir, penetapan seseorang sebagai tersangka tidak mungkin dapat dilakukan melalui pengembangan satu sprindik yang hanya terdiri untuk satu calon tersangka.

“Sprindik diterbitkan untuk satu perbuatan pidana. Jadi penetapan tersangka tidak mungkin dapat dilakukan berdasarkan perkembangan sprindik yang hanya terdiri dari satu calon tersangka. Itu namanya sprindik tunggal. Bagaimana mungkin dilakukan pengembangan apabila dalam satu sprindik di akhir hanya ada satu calon tersangka? Kecuali dalam sprindik tersebut diakhir ada tiga calon tersangka, sehingga ketika dilakukan pengembangan dapat dimungkinkan karena melengkapi calon tersangka tersebut,” jelas Mudzakkir di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (30/7).

Mudzakkir menjelaskan, apabila terdapat pengembangan sprindik tunggal maka harus dimulai dengan penyidikan yang baru. Bukti yang digunakan untuk menetapkan tersangka lain tidak dapat juga digunakan bagi orang lain melalui pengembangan tersebut.

“Adanya bukti untuk menetapkan tersangka A yang ada di satu sprindik, tidak dapat menjadi bukti untuk menetapkan tersangka B berdasarkan pengembangan. Jadi harus dimulai dari penyidikan yang baru. Kecuali dijelaskan adanya penyertaan Pasal 55 KUHP sehingga dalam satu sprindik ada beberapa calon tersangka, lalu setelah dikembangkan ada nama baru. Itu tidak apa- apa. Pasal penyertaan kan dibuat untuk menyederhanakan proses,” tegasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan jawaban dari Kejati DKI Jakarta penetapan Dahlan sebagai tersangka berdasarkan pengembangan penyidikan terhadap 15 orang (15 sprindik terhadap masing- masing tersangka tersebut).

Tags:

Berita Terkait