OC Kaligis Menolak Diperiksa KPK
Aktual

OC Kaligis Menolak Diperiksa KPK

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
OC Kaligis Menolak Diperiksa KPK
Hukumonline
Otto Cornelis Kaligis (OCK) bersikeras menolak diperiksa KPK sebagai saksi maupun tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

"Apapun resikonya dia (Kaligis) menolak diperksa baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka dan meminta kami tim lawyernya untuk mendesak agar berkas perkaranya segera dilimpahkan ke pengadilan," kata salah satu pengacara Kaligis, Johnson Panjaitan di Gedung KPK Jakarta, Jumat.

Padahal hari ini KPK seharusnya memeriksa OCK sebagai tersangka dalam kasus ini.

"Yang jelas kami berupaya memperjuangkan hak asasi dan mengoreksi prosedur, bukan berarti pokok perkara masuk terus persoalan yang kami 'complain' atau persoalkan itu gugur, ada mekanisme Komnas HAM juga," tambah Johnson.

OCK pun sudah dua kali menolak untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka M Yagari Bhastara alias Gerry yang juga anak buahnya pada Jumat (24/7) dan Selasa (28/7) karena mengaku sakit dan juga karena tidak mau diperiksa sebagai saksi sebab sudah menjadi tersangka.

"Tersangka itu diberikan hak ingkar, kalau mau mempercepat (proses) KPK yang mempercepat (proses). Hak dasar itu gak bisa ditekan dengan mengeluarkan pasal 22 atau 21 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) dan dikatakan menghambat proses penyidikan," jelas Johnson.

Pasal 21 menyatakan "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Sedangkan pasal 22 berisi "Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

"Kalau klien saya salah, terbukti, hukumlah. Saya bukan mau membenarkan sesuatu yang salah," tambah Johnson.
Tags: