Syarat Usia Advokat Dipersoalkan ke MK
Berita

Syarat Usia Advokat Dipersoalkan ke MK

Majelis mempertanyakan legal standing para pemohon karena belum menguraikan kerugian konstitusional.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Syarat Usia Advokat Dipersoalkan ke MK
Hukumonline
Tak atur syarat usia maksimal bagi profesi advokat, dua advokat muda mempersoalkan Pasal 3 ayat (1) huruf d UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat ke MK terkait syarat usia advokat. Adalah Muhammad Sholeh dan Ruli Nugroho yang merasa dirugikan atas berlakunya pasal itu karena ketentuan tersebut tidak menyebut usia maksimal bagi calon advokat.

“Akibat dari aturan itu, banyak para pensiunan polisi, jaksa, atau hakim pun ikut mendaftar dan menjadi advokat. Padahal, ” ujar Muhammad Sholeh dalam sidang perdana yang diketuai Aswanto di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (04/8). Aswanto didampingi Maria Farida Indrati dan Manahan MP Sitompul.

Pasal 3 ayat (1) huruf d berbunyi “Untuk dapat diangkat menjadi advokat harus memenuhi persyaratan  sebagai berikut : (d) berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun.”

Sholeh mengungkapkan UU Advokat sama sekali tidak mengatur syarat usia maksimal bagi advokat. Hal ini berbeda dengan batas usia maksimal bagi profesi lain, seperti polisi, jaksa, hakim.

“Dalam UU Kepolisian, UU Kejaksaan, dan UU Kekuasaan Kehakiman mengatur batas usia minimal dan maksimal bagi polisi, jaksa, hakim. Kenapa advokat tidak ada? Idealnya, advokat juga harus ada batas usia pensiun.”

Selain itu, Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat membuka peluang para advokat yang pensiunan polisi, jaksa, dan hakim potensial melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam menegakkan hukum. Soalnya, harus diakui mereka masih memiliki conflict of interest dengan jajarannya. Ketika mereka menjadi advokat, mau tidak mau hubungan yang lama itu akan menjadikan posisi advokat tidak independen lagi.

“Berbeda dengan kita yang sejak awal yang usia 25 tahun merangkak mulai bawah akan  mengedepankan profesionalitas. Faktanya, banyak pensiunan jenderal itu hanya papan nama. Kita tidak pernah melihat mereka itu beracara di persidangan,” lanjutnya.  

Menurutnya, Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat tidak memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para Pemohon, khususnya untuk memberi solusi atas perkara-perkara hukum yang ditangani advokat tersebut. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Pasal itu bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Artinya, kita sebagai advokat muda posisinya tidak sama dengan advokat pensiunan itu. Sebab, ketika usia advokat sudah udzur, tentunya saat menangani perkara sudah tidak maksimal lagi.”

Dia mengingatkan kalau para pensiunan tetap berkeinginan konsen dalam dunia hukum tidak harus menjadi advokat. “Bisa jadi dosen, kritikan melalui tulisan, atau sering ikut acara seminar, yang juga konstribusi bagi kemajuan hukum,” lanjutnya.

Karenanya, pemohon meminta Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai dengan calon advokat berusia minimal 25 tahun dan maksimal 40 tahun.

Menanggapi permohonan, anggota majelis Maria Farida Indrati menuturkan kalau pemohon meminta, “25 tahun sampai 45 tahun sebagai calon advokat.” Namun, bagaimana ketika seseorang tidak pernah jadi polisi, jaksa, atau hakim, tetapi dia baru lulus ujian advokat usia 50 tahun, terus dia ingin jadi advokat, itu boleh atau tidak?

“Kalau Anda minta batasan seperti itu, pastinya advokat juga perlu ada batas usia pensiun ya,” kata Maria. “Ini perlu dipikirkan karena advokat kalau dikatakan sebagai penegak hukum, tetapi kemudian berbeda dengan lembaga-lembaga lain.”

Anggota lainnya, Manahan MP Sitompul mempertanyakan legal standing para pemohon. ”Bagaimana, potensialkah atau ada langsung kerugian itu? Kalau potensial dia coba  diuraikan. Potensial  karena kami nanti misalnya mengurangi, rezeki misalnya, siapa tahu itu yang Saudara maksud dalam  hal ini kan. “Ini bisa dijelaskan bagaimana secara langsung atau yang potensial (kerugian konstitusional) diuraikan,” lanjutnya.

Aswanto mengingatkan kewenangan MK hanya menafsirkan konstitusi. “Kita tidak tidak bisa menjadi positive legislation, tetapi negative legislation. Nah, Saudara minta menambah batas usia advokat yang merupakan positive legislation. “Kalau mintanya seperti itu kita menjadi positive legislation yang bukan kewenangan kita,kritiknya.
Tags:

Berita Terkait