Rayakan Ultah ke-17, ICW: Tantangan Semakin Berat
Berita

Rayakan Ultah ke-17, ICW: Tantangan Semakin Berat

ICW memainkan peran sebagai inti simpul dari gerakan korupsi.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Kiri ke Kanan: Romo Magnis Suseno, Adnan Topan Husodo, Prof Saldi Isra, dan Berkah Gamulya dalam acara peringatan HUT ICW ke-17 di Jakarta, Selasa (4/8). Foto: RZK
Kiri ke Kanan: Romo Magnis Suseno, Adnan Topan Husodo, Prof Saldi Isra, dan Berkah Gamulya dalam acara peringatan HUT ICW ke-17 di Jakarta, Selasa (4/8). Foto: RZK
Dua puluh satu Juni 1998, kurang lebih sebulan dari momen runtuhnya rezim Orde Baru, sejumlah aktivis membentuk sebuah lembaga bernama Indonesia Corruption Watch (ICW) yang memfokuskan diri pada isu pemberantasan korupsi. 17 tahun kemudian, lembaga itu masih eksis dan bahkan sudah mendapat pengakuan banyak kalangan atas kiprahnya dalam upaya pemberantasa korupsi di Indonesia.

“Bagi kami, usia 17 tahun memang tidak muda lagi. Untuk itu, kami butuh segala macam masukan, kritikan, dan refleksi untuk melihat apakah strategi pemberantasan korupsi yang selama ini dijalankan ICW sudah tepat,” ujar Adnan Topan Husodo, Koordinator Badan Pekerja ICW dalam acara perayaan HUT ICW ke-17 di Jakarta, Selasa (4/8).

Dipaparkan Adnan, perjalanan kelembagaan ICW telah melalui empat generasi, mulai dari era pendiri seperti Teten Masduki hingga sekarang. Selama 17 tahun berdiri, lanjut dia, ICW kerap diterpa cobaan. Menurut Adnan, kondisi belakangan ini adalah masa paling sulit karena secara umum upaya pemberantasan korupsi gencar diserang upaya pelemahan oleh pihak-pihak tertentu.

“KPK menghadapi kriminalisasi, sedangkan KY sedang menghadapi upaya-upaya yang bertujuan mengurangi kewenangannya,” ucap Adnan memberi contoh.

Sepaham dengan Adnan, Prof Saldi Isra juga menilai situasi belakangan ini adalah periode paling berat. Guru Besar Hukum Tata Negara itu mencermati terdapat upaya-upaya sistematis untuk mematikan gerakan masyarakat sipil.

Sebagai contoh, Prof Saldi menyebut kasus dugaan pencemaran nama baik yang tengah dihadapi dua aktivis ICW, Adnan Topan Husodo dan Emerson Yuntho. Kasus ini berangkat dari laporan Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita.

Lebih lanjut, Prof Saldi mengatakan selama ini ICW setidaknya memainkan tiga peran dalam konteks pemberantasan korupsi. Peran pertama sebagai roda yang menggerakkan dan menjaga semangat pemberantasan korupsi. Peran kedua sebagai inti simpul dari seluruh gerakan antikorupsi di Indonesia. Terakhir, sebagai pelumas gerakan antikorupsi.

“Begitu ada kemandekan (gerakan antikorupsi) di daerah, ICW akan menghidupkan kembali. Sulit membayangkan pemberantasan korupsi di Indonesia tanpa peran ICW,” puji Prof Saldi.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno memandang keberadaan ICW sebagai bentuk kontribusi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Bagi pemerintah, kata Pratikno, keterlibatan masyarakat adalah penting sebagai bukti bahwa pemerintah tidak sendiri dalam memberangus korupsi di Tanah Air.

Pratikno mengapresiasi kontribusi ICW selama ini. Usia 17 tahun, menurut Pratikno, menandakan ICW telah ‘dewasa’. Namun, dia mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi ICW bersama pemerintah dalam upaya memberantas korupsi semakin hari semakin berat.

“Praktik-praktik korupsi semakin kompleks, maka untuk menghadapinya diperlukan sinergi yang kuat antar elemen-elemen terkait demi menuju masyarakat Indonesia yang zero corruption,” papar Menteri yang sebelum menjabat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada ini.
Tags:

Berita Terkait