Clustering Berdasarkan Isu Jadi Alternatif Model Pembahasan RKUHP
Berita

Clustering Berdasarkan Isu Jadi Alternatif Model Pembahasan RKUHP

Dimulai dengan mengidentifikasi adanya kesamaan isu bab per bab dalam Buku ke I, supaya ada kesamaan ancaman hukuman.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Arsil. Foto: RES
Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Arsil. Foto: RES
Panja Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat akan membahas draf RKUHP di DPR bersama pemerintah. Sejumlah model pembahasan mulai clustering bab per bab, hingga pembahasan buku per buku. Namun, terdapat alternatif lain dengan sistem clustering berdasarkan isu.

“Kalau menurut saya clustering berdasarkan isu,” ujar anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Arsil dalam sebuah Focus Group Discusion (FGD) di Jakarta, Rabu (5/8).

Arsil berpandangan, dalam draf RKUHP terdapat banyak isu berkaitan satu sama lain di bab yang berbeda. Makanya, DPR dan pemerintah dapat melakukan alternatif pembahasan sistem tersebut. Ia menyarankan dengan menggunakan sistem tersebut, setidaknya Panja  dapat memulai dengan melakukan identifikasi adanya kesamaan isu di dalam Buku I RKUHP.

“Jadi clusterinya tidak berdasarkan bab, tapi dengan isue,” imbuhnya.

Misalnya, tindak pidana terhadap jabatan. Menurutnya, tindak pidana tersebut ancaman pemberatan terhadap kejahatan jabatan, seperti jabatan presiden. Selain itu, isu yang sudah berulang seperti penghinaan terhadap presiden atau kepala negara. Menurutnya, Panja mesti terlebih dahulu melakukan pembahasan terkait tindak pidana penghinaan.

“Jadi reclustering itu penting sebelumnya clustering supaya ancaman hukumannya (tindak pidana, red) tidak ngacak,” katanya.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) itu menyarankan, pembahasan DPR mesti transparan kepada publik. Langkah itu dinilai penting agar di luar DPR tidak menjadi isue lain RKUHP selain yang sedang dibahas oleh Panja dan pemerintah.

Misalnya, DPR dalam periode tertentu dapat mengumumkan pembahasan materi apa saja yang sedang dibahas dalam Buku I. “Ini untuk menghindari polemik di luar, sehingga DPR fokus dan tidak terganggu dengan isue di luar,” katanya.

Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Emerson Yuntho menambahkan perlunya melakukan pemetaan terhadap anggota Komisi III yang berlatar belakang hukum dan tidak. Menurutnya, hal itu penting dalam rangka keberlangsungan pembahasan draf RKUHP antara Panja dengan pemerintah.

Memang anggota Komisi III tidak seluruhnya berlatar belakang disiplin ilmu hukum. Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) itu  khawatir tidak banyaknya anggota Komisi III yang akan membahas RKUHP.

Anggota Aliansi Reformasi KUHP lainnya Miko Susanto Ginting berpandangan pembahasan RKUHP mesti berbeda dengan UU lain. Selain beratnya substansi materi RKUHP, juga banyaknya jumlah pasal. Ya, setidaknya berjumlah 786 pasal. Idealnya, Komisi III hanya dibebankan pembahasan RKUHP. Menurutnya, adanya pembagian tim substansi dan tim redaksional.

“Nanti secara berkala ada pleno di tingkat Panja oleh tim ahli,” ujarnya.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) itu lebih jauh berpandangan pembahasan model clsutering tak akan berjalan efektif sepanjang tidak adanya pembagian tugas yang jelas. Apalagi tidak adanya kejelasan pembaharuan RKUHP. Terlebih, pembahasan RKUHAP dilakukan belakangan setelah RKUHP.

Tenaga Ahli Komisi III DPR, David,  mengamini pandangan Arsil. Menurutnya, sistem clustering dengan metode Daftar Inventarisir Masalah (DIM) sudah terbilang ideal. Namun, banyaknya metode pembahasan dengan sistem alternatif clustering menjadi pilihan yang patut dipertimbangkan agar kualitas dan kuantitas pembahasan berjalan maksimal.

“Saya sepakat pembahasan RKUHP dimulai Buku I karena sudah disepakati Panja,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait