PPATK Ajak Profesi Ini Melaporkan Transaksi Mencurigakan
Berita

PPATK Ajak Profesi Ini Melaporkan Transaksi Mencurigakan

Dimaksudkan untuk melindungi profesi dari TPPU.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK M Yusuf. Foto: RES
Kepala PPATK M Yusuf. Foto: RES
Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuann dibidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat komplek, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun keuangan.

Adanya jasa lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsector keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Kompleksitas dari transaksi tersebut berdampak pada semakin canggih pula modus operandi tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Yusuf mengatakan bahwa modus operandi TPPU saat ini sudah merambah ke profesi tertentu di mana antara hubungan profesi tersebut dengan kliennya dilindungi kerahasiaannya oleh undang-undang atau kode etik. Hasil riset tipologi dan kasus-kasus TPPU di dunia menunjukkan bahwa gatekeeper atau profesi-profesi tertentu seperti Advokat, Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Akuntan, Akuntan Publik dan Perencana Keuangan kerap dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang untuk mengaburkan asal-usul uang atau dana yang sejatinya berasal dari tindak pidana.

Istilah gatekeeper disepakati oleh praktisi dan akademisi dunia sebagai profesional di bidang keuangan dan hukum dengan keahlian, pengetahuan, dan akses khusus kepada sistem keuangan global yang memanfaatkan keahlian mereka untuk menyembunyikan hasil tindak pidana.

“Perlu ditegaskan dalam hal ini bahwa profesi-profesi tersebut sama sekali bukanlah profesi yang tidak sah dan buruk. Profesi-profesi tersebut menjadi melanggar hukum sebagai gatekeeper apabila digunakan sebagai sarana untuk melakukan TPPU,” kata Yusuf dalam sosialisasi PP No. 43 Tahun 2015 di kantor PPATK, Jakarta Pusat, Kamis (06/8).

Kini, profesi-profesi tersebut wajib melaporkan dugaan pencucian uang kepada PPATK. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 3 PP menyebutkan advokat, notaris, PPAT, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan wajib melaporkan transaksi keuangan

Berdasarkan hasil riset PPATK, Advokat, Notaris, PPAT, Akuntan Publik, dan Perencana Keuangan rentan dimanfaatkan oleh pelaku TPPU untuk menyembunyikan dan menyamarkan harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan cara berlindung dibalik ketentuan kerahasaiaan hubungan profesi dengan pengguna jasa yang diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hal ini, lanjut Yusuf, sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan  oleh Financial Action Task Force (FATF) yang menyatakan bahwa terhadap profesi tertentu yang melakukan transaksi keuangan mencurigakan untuk kepentingan atau untuk dna atas nama pengguna jasa wajib melaporkan transaksi tersebut kepada financial intelligence unit (dalam hal ini PPATK). “Kewajiban pelaporan oleh profesi tersebut telah diterapkan di banyak negara dan memiliki dampak positif terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU,” ujarnya.

Pengaturan pihak pelapor dan pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh profesi-profesi tertentu, ditegaskan oleh Yusuf, dimaksudkan untuk melindungi profesi tersebut dari tuntutan hukum, baik secara perdata maupun pidana.

Ketua Bidang Dana dan Kegiatan Ikatan Notaris Indonesia (INI) Risbert Sulini, mewakili Ketua Umum INI di acara sosialisasi, mengatakan para notaries siap menjadi pelapor dugaan pencucian uang. Hanya saja, ia khawatir akan terjadi benturan dengan UU Jabatan Notaris yang wajib merahasiakan data klien. Apalagi, PP ini nantinya akan menerobos aturan UU yang sudah mengatur tentang Notaris.

“Lahirnya sebagai Pihak Pelapor  berdasarkan PP, di sisi lain ada UU Jabatan Notaris yang jelas harus merahasiakan. Sekarang ada PP, posisi kita terjepit kalau memang nanti PP ini menerobos aturan UU,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait