Info Penting! Advokat Wajib Laporkan Pencucian Uang
Utama

Info Penting! Advokat Wajib Laporkan Pencucian Uang

Pemerintah mewajibkan advokat, notaris, dan akuntan publik melaporkan tindak pidana pencucian uang kepada PPATK. Tantangan bagi sifat kerahasiaan dalam hubungan advokat dan klien.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Diseminasi PP No. 43 Tahun 2015 kepada para pemangku kepentingan, yang diselenggarakan PPATK, 6 Agustus 2015. Foto: RES
Diseminasi PP No. 43 Tahun 2015 kepada para pemangku kepentingan, yang diselenggarakan PPATK, 6 Agustus 2015. Foto: RES
Presiden Joko Widodo memutuskan memperluas cakupan pihak yang wajib melaporkan tindak pidana pencucian uang. Melalui Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2015, Presiden memasukkan advokat sebagai pihak Pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Pasal 7 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memang memberikan kewenangan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan untuk mengatur lebih lanjut ketentuan Pihak Pelapor. Pada dasarnya Undang-Undang memasukkan Penyedia Jasa Keuangan, dan Penyedia Barang dan/atau Jasa lainnya sebagai Pihak Pelapor.

Mereka yang termasuk ke dalam kelompok Penyedia Jasa Keuangan, berdasarkan UU TPPU, adalah bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun dan lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, dan pedagang valuta asing. Selain itu, termasuk pula penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi simpan pinjam, pegadaian, perusahaan perdagangan berjangka komoditi, dan perusahaan jasa pengiriman uang.

Sedangkan Penyedia Barang dan/atau Jasa lainnya sebagai Pihak pelapor meliputi perusahaan properti atau agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan atau logam mulia, pedagang barang seni dan antik, dan balai lelang.

Namun PP No. 43 Tahun 2015 memasukkan advokat, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), akuntan dan akuntan publik, serta perencana keuangan sebagai Pihak Pelapor.

Dengan ketentuan ini maka advokat yang mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang wajib melaporkan tindak pidana itu ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sesuai ketentuan Pasal 4 PP tersebut, advokat wajib menerapkan prinsip ‘mengenal pengguna jasa’.

Advokat yang dimaksud dalam PP ini adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Ketentuan baru ini mungkin saja memantik perdebatan. Karena itu, PPATK melakukan sosialisasi PP No. 43 Tahun 2015 kepada para pemangku kepentingan seperti advokat, notaris, dan akuntan pada Kamis (06/8) pekan lalu. Dalam sosialisasi di gedung PPATK itu, para pemangku profesi masih mempertanyakan hakikat kewajiban melaporkan pencucian uang karena berhubungan dengan kerahasiaan klien.

Ketua PPATK, Muhammad Yusuf, menjelaskan sesuai riset PPATK, profesional seperti advokat, notaris, akuntan, dan perencana keuangan rentan dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang. Terutama untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. Caranya? “Berlindung di balik ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan pegguna jasa yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Yusuf menegaskan kewajiban melaporkan tindak pidana pencucian uang bagi advokat, notaris, dan akuntan sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi profesi tersebut dari tuntutan hukum baik perdata maupun pidana. Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 memang memuat ancaman pidana kepada setiap orang yang menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang patut diduga berasal dari pencucian uang. Ancamannya maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal satu miliar rupiah. “Aturan ini justru untuk melindungi profesi-profesi itu agar terhindar dari ancaman pidana,” kata Agus Santoso, Wakil Ketua PPATK, kepada hukumonline.

Pengecualian
Pasal 8 ayat (1) PP No. 43 Tahun 2015 mewajibkan setiap Pihak Pelapor menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa mengenai beberapa hal. Pertama, pembelian dan penjualan properti. Kedua, pengelolaan terhadap uang, efek, dan/atau produk jasa keuangan lainnya. Ketiga, pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek. Keempat, pengoperasian dan pengelolaan perusahaan. Kelima, pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum.

Advokat dikecualikan dari kewajiban ini jika si advokat bertindak untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa dalam rangka dua hal. Pertama, dalam rangka memastikan posisi hukum Pengguna Jasa. Kedua, dalam rangka penanganan suatu perkara, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa.
Tags:

Berita Terkait