Kata Ahli Ini, Upah Minimum Bersifat Wajib
Berita

Kata Ahli Ini, Upah Minimum Bersifat Wajib

Negara wajib memberikan jaminan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ahli yang dihadirkan Pemohon, Indrasari Tjandraningsih selaku Peneliti Pusat Analisis Sosial AKATIGA dalam sidang uji materi UU Ketenagakerjaan, Rabu (12/8). Foto: Humas MK
Ahli yang dihadirkan Pemohon, Indrasari Tjandraningsih selaku Peneliti Pusat Analisis Sosial AKATIGA dalam sidang uji materi UU Ketenagakerjaan, Rabu (12/8). Foto: Humas MK
Peneliti Akatiga Bandung, Indrasari Tjandraningsih, menilai upah minimum merupakan kebijakan publik yang bersifat mengikat dan wajib tanpa terkecuali yang dijamin peraturan perundang-undangan. Secara filosofis, ini untuk mencegah pekerja/buruh dibayar upah sangat rendah dan tidak dijadikan komoditi (pengusaha) di tengah pasar ketersediaan jumlah tenaga kerja berlebih.

Indrasari beralasan semakin meningkatnya jumlah pasar tenaga kerja dan pertumbuhan gejolak ekonomi global serta meningkatkan persaingan usaha rentan mendorong usaha mencari upah buruh/pekerja murah. Terlebih, dalam sepuluh tahun terakhir kesenjangan pendapatan semakin meningkat yang mengakibatkan daya beli masyarakat menurun (inflasi).

“Makanya, kebijakan upah minimum hadir untuk mengontrol sebaran upah dan dan mengurangi (menekan) kesenjangan pendapatan pada rumah tangga termiskin yang seharusnya dilindungi negara,” ujar Indrasari saat memberi keterangan sebagai ahli di sidang lanjutan pengujian UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu (12/8).

Dia mengingatkan negara sebagai pemegang otoritas utama yang wajib menjamin dan melindungi warga negara khususnya bagi kaum pekerja dalam hal urusan upah minimum guna memenuhi penghidupan yang layak dan mengurangi kemiskinan. Hal ini telah diatur Pasal 88, Pasal 89 UU Ketenagakerjaan yang mengamanatkan pemerintah (Dewan Pengupahan) wajib menentukan upah minimum dengan memperhatikan semua kepentingan termasuk kondisi ekonomi. “Pasal-pasal yang mengatur upah minimum sifatnya wajib tanpa pilihan lain,” tegasnya.

Sebelumnya, DPP Gabungan Serikat Buruh Mandiri (GSBM) dan DPP Serikat Buruh Bangkit (SBB) memohon pengujian Pasal 90 ayat (2) berikut penjelasannya UU Ketenagakerjaan terkait penangguhan upah minimum. Padahal, Pasal 90 ayat (1) melarang pengusaha membayar upah di bawah minimum yang ditetapkan di daerah tertentu. Namun, beleid itu dibolehkan menangguhkan pembayaran upah minimum apabila pengusaha tidak mampu.

Pemohon menilai Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengandung ketidakpastian dan ketidakadilan yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) UUD 1945. Menurutnya, letak ketidakadilan aturan itu lantaran pengusaha tidak diwajibkan membayar sisa kekurangan upah minimum selama masa penangguhan. Sebab, pengertian “penangguhan” diartikan ketika pengusaha sudah mampu, seharusnya kekurangan upah minimum tetap dibayarkan selama setahun itu atau dirapel.

Karena itu, para pemohon meminta agar Pasal 90 ayat (2) dibatalkan atau dihapus. Apabila pengujian ini dikabulkan tentunya pengusaha wajib membayar upah minim kepada buruh/pekerjanya tanpa ada penangguhan demi menjamin hak-hak buruh menuju hidup layak. Soalnya, banyak pengusaha yang tidak melaksanakan kebijakan upah minimum dan tidak mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada gubernur.

Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan berbunyi “Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.” 

Bagian Penjelasannya menyebutkan “Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir, perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah.”
Tags:

Berita Terkait