Tertatih-Tatih Meningkatkan Status Negara Hukum
Indeks Negara Hukum 2014:

Tertatih-Tatih Meningkatkan Status Negara Hukum

Hasil kajian terbaru menunjukkan Negara Hukum Indonesia baru sebatas formalitas.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Acara peluncuran Indeks Negara Hukum Indonesia 2014 oleh ILR di Jakarta (20/8). Foto: RES
Acara peluncuran Indeks Negara Hukum Indonesia 2014 oleh ILR di Jakarta (20/8). Foto: RES
Bagaimana Indeks Negara Hukum atau Rule of Law Index Indonesia? Status sebagai negara hukum jelas disebutkan dalam konstitusi. Pasal 1 ayat (3) menyebut: Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, ada sejumlah prinsip yang harus dipenuhi.

Sudah tiga tahun terakhir Indonesian Legal Roundtable melakukan penelitian tentang implementasi prinsip-prinsip negara hukum. Yang terbaru adalah Indeks Negara Hukum Indonesia (INHI) 2014), yang dilansir ILR di Jakarta pada 20 Agustus lalu.

INHI 2014 adalah hasil kajian lembaga swadaya masyarakat itu yang mempergunakan lima prinsip negara hukum sebagai parameter. Kelima prinsip itu adalah pemerintah berdasarkan hukum; kekuasaan kehakiman yang merdeka; pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM); akses terhadap keadilan; dan peraturan yang jelas, pasti dan partisipatif. Bobot tiga prinsip pertama masing-masing 25, prinsip keempat berbobot 15, dan prinsip terakhir berbobot 10. Penelitian ILR menggunakan metode wawancara kepada responden yang dikualifikasi sebagai ahli. Jumlahnya 108 orang di 18 provinsi.

Direktur Eksekutif ILR, Todung Mulya Lubis, menegaskan ada kenaikan indeks negara hukum tahun 2014 dibanding tahun sebelumnya. Dari 5,12 menjadi 5,18 (dalam skala 0-10). Kenaikannya hanya 0,06. “Naiknya sangat tidak signifikan,” kata Todung saat melansir hasil kajian itu ke publik, Kamis (20/8) pekan lalu.

Nilai tertinggi diperoleh prinsip peraturan yang jelas, pasti dan partisipatif (nilai 6,60). Ini tidak mengherankan karena pemerintah kian terbuka, masyarakat kian mudah mengakses peraturan perundang-undangan. Yang membuat Todung kaget justru penurunan nilai prinsip penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM; dari angka 5,40 tahun sebelumnya ‘terjun bebas’ menjadi 4,15 pada tahun 2014. “Yang paling merosot adalah indikator HAM,” ujarnya.
Indeks Negara Hukum Indonesia 2014
No.PrinsipNilaiBobotHasil
1. Pemerintahan berdasarkan hukum 4,97 25 % 1,24
2. Peraturan yang jelas, pasti, dan partisipatif 6,60 10 % 0,66
3. Independensi kekuasaan kehakiman 5,62 25 % 1,40
4. Akses terhadap keadilan 5,61 15 % 0,84
5. Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM 4,15 25 % 1,04
Total Nilai Indeks Negara Hukum Indonesia5,18

Anggota Komnas HAM Siti Noor Laila mengapresiasi hasil kajian ILR. Penurunan nilai prinsip HAM tak lepas dari absennya negara dalam sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM, dan tidak berjalannya mekanisme penyelesaian hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Sedikit di atas indeks HAM adalah prinsip pemerintahan berdasar hukum (nilai 4,97). Nilai ini diperoleh setelah menggunakan dua indikator utama yakni apakah perbuatan pemerintah sesuai hukum, dan apakah pengawasan efektif. Dalam konteks indikator pertama ada peningkatan skor, yakni 0,34 poin. Artinya, ada peningkatan kepercayaan responden terhadap tindakan pemerintah berbasis hukum, meskipun kepercayaan itu bergerak lamban.

Lain lagi akses terhadap keadilan. Berdasarkan kajian ILR, masih banyak keluhan terhadap informasi yang dibutuhkan oleh publik pada tahap penyidikan dan penuntutan. Keterbukaan informasi pada tahap penyidikan dan penuntutan masih buruk, ditandai oleh ketidakjelasan informasi, penundaan yang berlarut-larut, dan sulitnya mendapatkan informasi. Sebaliknya, informasi di pengadilan relatif lebih bisa diakses.

INHI 2014 juga menaruh perhatian pada independensi kekuasaan kehakiman. Hakim masih dipercaya bisa menjaga independensi. Tetapi kajian ILR juga menemukan fakta sebagian besar (69,44%) ahli yang diwawancarai percaya bahwa sedikit hakim yang terbebas dari pengaruh atau tekanan saat memutus perkara. Tingginya gaji hakim tak menjamin sepenuhnya hakim bebas dari intervensi.

Todung menjelaskan pengusaha menempati urutan teratas pihak yang paling sering mempengaruhi independensi pengadilan. Disusul kemudian pihak yang berperkara dan advokatnya, serta pejabat pengadilan yang yang lebih tinggi.

Hakim agung Syamsul Ma’arif menyatakan jika independensi hakim terganggu yang terganggu bukan hanya sang hakim dan pihak yang berperkara, tetapi juga sistem hukum. “Kalau independensi terganggu, sistem hukum kita terganggu,” ujarnya.

Hasil kajian ILR ini memperlihatkan bahwa status negara hukum secara formalitas memang disandang Indonesia, dan dikukuhkan dalam konstitusi. Tetapi secara substantif, status negara hukum belum berhasil dicapai. Di suatu negara hukum seharusnya penyimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan tak ada lagi. Semua orang patuh dan tunduk pada hukum.
Tags:

Berita Terkait