Pemerintah Perhatikan Tuntutan Buruh
Berita

Pemerintah Perhatikan Tuntutan Buruh

Ancaman PHK massal akan semakin terbuka jika kondisi perekonomian terus memburuk.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Demo buruh menolak. Foto: SGP (Ilustrasi)
Demo buruh menolak. Foto: SGP (Ilustrasi)
Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan pemerintah memperhatikan tuntutan yang disuarakan buruh. Hal itu diutarakan Hanif menanggapi rencana demonstrasi yang digelar 1 September ini oleh sejumlah gerakan buruh. Menurutnya, pemerintah telah menangani bermacam masalah ketenagakerjaan secara optimal.

Hanif menyoroti ada beberapa isu yang diusung buruh. Diantaranya, revisi PP No. 46 Tahun 2015 tentang JHT. Pemerintah telah merevisi regulasi itu dengan menerbitkan PP No. 60 Tahun 2015. Pemerintah mengklaim revisi ini sudah selaras dengan harapan buruh yang menginginkan pencairan dana JHT dapat dilakukan untuk peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Terkait PP No. 45 Tahun 2015 tentang JHT, Hanif mengatakan program tersebut sudah dirancang untuk memenuhi manfaat dasar masyarakat dan kelangsungan ekonomi negara. Ia memahami tuntutan buruh yang berharap agar manfaat pensiun yang diterima buruh nanti dapat memenuhi kebutuhan layak. Menurutnya, dalam melaksanakan JP, pemerintah tidak ingin mengulang pengalaman negara negara lain yang melakukan kesalahan dalam mengelola JP sehingga memicu terjadinya krisis keuangan.

Hanif menambahkan  upah minimum berfungsi sebagai jaring pengaman agar upah buruh tidak jatuh pada level yang paling rendah. Besaran upah harus dapat dijangkau oleh kemampuan industri mikro membayar upah bagi pekerjanya. Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja. Inpres ini membedakan antara kenaikan upah minimum untuk industri padat karya tertentu dengan industri lainnya. Itu ditujukan untuk menjaga keberlangsungan usaha industri padat karya tertentu.

Hanif meyakini PHK bisa terjadi akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada sektor ketenagakerjaan. Ia mengingatkan PHK adalah upaya terakhir setelah dilakukan efisiensi oleh perusahaan. “Kalau masalah PHK menjadi masalah ekonomi secara keseluruhan sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah tentu tidak hanya terkait dengan Kementerian Ketenagakerjaan tapi juga instansi yang terkait untuk mempercepat arus investasi karena dengan investasi pembangunan bisa dijalankan, ekonomi bisa lebih bergerak, dan lapangan kerja bisa diciptakan,” kata Hanif di Jakarta, Senin (31/8).

Selaras itu Hanif mengatakan kementerian yang dipimpinnya telah mengembangkan berabgai program untuk mengatasi kasus-kasus PHK. Misalnya, program padat karya produktif, pengembangan kewirausahaan dan berbagai macam program perlindungan sosial.

Terpisah, Sekjen KSPSI, Subianto, mengatakan saat ini sekitar 10 ribu anggotanya yang mengalami PHK. Para pekerja yang di PHK itu sebagian besar bekerja di sektor industri padat karya seperti perusahaan yang memproduksi sepatu dan keramik. Untuk menangani masalah tersebut Subianto menyebut sudah menerbitkan surat edaran kepada seluruh anggota KSPSI agar melakukan berbagai upaya mencegah PHK. “UU Ketenagakerjaan mengamanatkan semua pihak baik serikat pekerja dan pengusaha untuk menghindari PHK,” ujar Subianto.

Subianto menjelaskan, sebelum melakukan PHK, perusahaan dan serikat pekerja harus aktif melakukan upaya guna mencegah agar PHK tidak terjadi. Misalnya, melakukan efisiensi di perusahaan dengan cara mengurangi jam kerja, menghapus lembur dan menggabungkan shift kerja. Pemotongan tunjangan juga memungkinkan selama tidak berdampak pada kesejahteraan pekerja seperti uang makan atau transport. “Jika berbagai upaya efisiensi itu sudah dilakukan tapi PHK tidak terhindarkan maka serikat buruh dan pengusaha harus merundingkan besaran pesangonnya, minimal sesuai dengan amanat UU Ketenagakerjaan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait