Kuliner, Cara Advokat Manjakan Diri
After Office

Kuliner, Cara Advokat Manjakan Diri

Warteg atau restoran mahal tidak masalah, yang penting enak.

Oleh:
RIA/CR19
Bacaan 2 Menit
Salah satu jenis makanan yang di-review Fajar Reyhan Apriansyah dalam blog pribadinya. Foto: http://bienmanger102.blogspot.com
Salah satu jenis makanan yang di-review Fajar Reyhan Apriansyah dalam blog pribadinya. Foto: http://bienmanger102.blogspot.com
Dikenal sebagai profesi dengan segudang pekerjaan dan memiliki beban cukup berat, advokat (lawyer) punya cara masing-masing untuk memanjakan diri mereka. Ada yang memilih untuk berlibur, ada juga yang suka refreshing dengan mencicipi makanan dari satu tempat ke tempat lain atau kuliner.

Salah satu advokat yang hobi memanjakan dirinya dengan cara kulineran adalah Fajar Reyhan Apriansyah. Fajar bercerita kepada hukumonline, hobi tersebut berawal dari kesenangannya mencoba hal-hal baru. Mencoba hal yang unik, khusus di bidang makanan, sebutnya.

“Kalau makan kan orang setiap hari juga makan. Nah pasti terkadang ada rasa bosan dari orang sehingga pengen mencicipi makanan baru. ‘Ah gue bosen nih makan ini, pengen yuk nyoba yang di sini,’ makanya akhirnya pindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain,” tuturnya di ujung telepon.

Kebiasaan mencicipi makanan ini pun dibawanya saat melakukan perjalanan ke luar kota. Fajar mengaku setiap kali ia mendapat kesempatan mengunjungi daerah-daerah, ia akan mencari referensi kuliner atau tempat-tempat makan yang terkenal di daerah setempat.  Bagi advokat litigasi ini, tak masalah makan di restoran mewah atau tempat makan kaki lima, yang penting enak, begitu sebutnya.

“Gue kuliner kaki lima itu seneng, apalagi di daerah gitu ya. Misalnya kayak kemarin abis lebaran gue ke Cirebon, yang terkenal kan ada nasi jamblang dan tahu gejrot. Yang gitu-gitu kan kaki lima ya? Tapi itu enak,” tukas Fajar.

Senada dengan Fajar, Nur Setia Alam atau akrab disapa Alam mengatakan dengan pekerjaannya sebagai lawyer yang mengharuskan ia mendatangi berbagai tempat, tak melulu Alam bisa menemukan tempat makan mewah. Makan di warteg pun dijalaninya bila memang sudah masuk waktu makan.

“Kadang kalau saya lagi main tanah, saya kan lawyer pertanahan nih, itu bisa sampai ke Bogor atau ke mana-mana. Itu kadang-kadang ya kita makannya di warteg. Saya sih ngga ada masalah makan di warteg,” ujar Alam, Senin (31/8), di Jakarta.

Namun, Alam menyebutkan, sebisa mungkin ia akan mencari tempat-tempat makan yang menyediakan menu sehat seperti salad, smoothies, atau menu organik lainnya. “Kalau ngga ada, baru makan makanan yang penting nggak tinggi kolesterolnya. Kita harus coba mengurangi karbohidrat juga karena faktor umur ya,” lanjutnya.

Soal menu yang mahal pun akhirnya tak menjadi masalah buat Alam. Selama enak, dan menunya menarik, ia rela merogoh koceknya demi bisa menikmati makanan tersebut. Kalau masalah harga, semakin harganya menarik, menu itu pasti semakin asik, kata Alam.

Fajar juga punya budget sendiri untuk hobinya yang satu itu. Setiap minggu ia mengalokasikan sebagian penghasilannya untuk memanjakan diri dan memanjakan lidah  menikmati pilihan kuliner yang tersedia. Sesekali lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini pergi ke tempat makan dengan suasana dan cita rasa hotel berbintang.

“Bukan mau pamer, tapi kalau lagi ada rezeki dan mau memanjakan lidah juga diri sendiri, why not? Karena kan setiap orang punya hobi masing-masing,” ungkap Fajar seraya mencontohkan para pemilik hobi otomotif yang rela menghabiskan ratusan juta untuk mendandani mobilnya.

“Yang penting prinsip gue, gue tidak mau memaksakan diri dan gue sesuaikan dengan budget. Ada rezeki ya kenapa nggak sekali-kali?” lanjutnya.

Meski merasa tidak pas disebut sebagai food blogger, Fajar melanjutkan hobi kulinernya ini dengan menuliskan review hasil ia berburu makanan ke dalam http://bienmanger102.blogspot.com/. Berdasarkan penelusuran hukumonline, bien manger adalah bahasa Prancis yang artinya “makan dengan baik”.
Tags:

Berita Terkait