Ingin Tingkatkan Kepesertaan, BPJS Perlu Lakukan Ini
Berita

Ingin Tingkatkan Kepesertaan, BPJS Perlu Lakukan Ini

Kerjasama dalam penegakan hukum juga perlu.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kepesertaan program jaminan social, baik BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan, belum maksimal. Masih ada perusahaan yang tak mendaftarkan karyawannya menjadi peserta, meskipun ada ancaman sanksi.

Agar kepesertaan makin luas dan kepatuhan pelaku usaha makin tinggi, pemangku kepentingan BPJS perlu bersinergi. Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagkaerjaan dan BPJS Kesehatan harus semakin kokoh menjalin kerjasama.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Abdul Wahab Bangkona, mengatakan kerjasama itu dilakukan sebagai upaya bersama untuk memanfaatkan sumber daya yang ada, serta mensinergikan fungsi Kemenaker dan BPJS. Kalau kerjasama solid, ia berharap, kualitas penyelenggaraan program jaminan sosial jadi lebih baik.

“Butuh sinergisitas untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada di masing-masing lembaga,” kata Abdul dalam acara Perjanjian Kerjasama Antara Kemenaker, BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan di Jakarta, Kamis (03/9).

Kerjasama yang disepakati diantaranya sosialisasi program jaminan sosial kepada pemangku kepentingan di seluruh Indonesia. Memanfaatkan sarana informasi dan pelayanan terpadu di unit pelayanan. Serta menyediakan informasi mengenai proses kepesertaan di setiap kantor pelayanan. “Pekerjaan besar kita salah satunya meningkatkan kesadaran seluruh masyarakat, terutama pekerja dan pemberi kerja terkait program BPJS,” kata Abdul.

Guna meningkatkan kualitas pelayanan, kerjasama yang dilakukan antara lain peningkatan kapasitas pengawas ketenagakerjaan dalam menyelesaikan kasus terkait program jaminan social; memberikan sosialisasi/pelatihan keselamatan; dan kesehatan kerja (K3) bagi HRD dan personil K3 guna menurunkan angka kecelakaan kerja.

Dalam aspek kepatuhan dan penegakan hukum, kerjasama yang dilakukan adalah menyusun program kerja bersama petugas pemeriksa di masing-masing BPJS serta pengawas dan penyidik PNS Ketenagakerjaan, pengkajian petunjuk teknis dan pelaksana pelayanan publik di berbagai sektor untuk mendukung kepatuhan dan penegakan hukum dalam penyelenggaraan program jaminan sosial.

Terakhir, kerjasama itu juga menyasar penyusunan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan terkait program jaminan sosial, pertukaran data dan informasi, monitoring dan evaluasi kerjasama serta peningkatan koordinasi dengan membentuk tim kerjasama hubungan antar lembaga di setiap wilayah.

Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, berharap lembaga yang dipimpinnya mampu meningkatkan jumlah kepesertaan PPU. Dengan kerjasama itu diharapkan BPJS Kesehatan dan Ketenagkaerjaan bisa bekerjasama melakukan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.

Faktanya, dikatakan Fachmi, belum semua perusahaan mendaftarkan pekerja dan keluarganya dalam program yang diselenggarakan BPJS. Padahal, kepesertaan seluruh program BPJS sifatnya wajib. Lewat kerjasama tersebut, diharapkan regulasi yang ada dapat diperkuat.

Penerapan sanksi menurut Fachmi sudah diatur oleh pemerintah lewat PP No. 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Menurutnya, regulasi itu bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya mendorong proses pendaftaran PPU. Peraturan itu secara khusus ditujukan untuk pemberi kerja non pemerintah.

Fachmi berharap ada regulasi yang mengatur sanksi bagi lembaga pemerintah yang tidak mendaftarkan pekerjanya (PNS) jadi peserta BPJS khususnya Kesehatan. Apalagi masih ada pemerintah daerah yang menunda menunaikan kewajibannya membayar iuran yang menjadi tanggungannya. “Bagi kami kepatuhan membayar iuran penting dalam rangka menjamin program jaminan sosial yang dikelola bisa berlanjut (sustainability),” paparnya.

Fachmi mengatakan pasca penandatanganan kerjasama tersebut yang paling penting implementasinya dilapangan mulai dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota. Salah satu hal yang perlu dilakukan terkait konsolidasi data antara BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Sebab, ada peserta yang tidak terdaftar di BPJS Kesehatan tapi terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, begitu pula sebaliknya. Jika ditemukan ada perusahaan atau badan usaha yang belum mendaftar, Kemenaker bisa membantu untuk melakukan sosialisasi kepada perusahaan tersebut.

Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Junaedi, mengingatkan kerjasama serupa sudah pernah dilakukan. Kalau kerjasama berlanjut hubungan antar lembaga terkait semakin optimal dalam mendukung kelancaran program jaminan sosial.
“Kalau kami lihat peserta yang paling banyak di BPJS Ketenagkaerjaan itu PPU, sedangkan di BPJS Kesehatan tidak sedikit jumlah peserta mandiri (bukan penerima upah). Maka kedua lembaga perlu melakukan koordinasi yang baik terkait data kepesertaan,” urainya.

Terkait penegakan hukum, Junaedi mengatakan harus ada shock terapi kepada pihak yang tidak patuh. Namun, ia yakin pendekatan yang perlu dilakukan dalam rangka penegakan hukum salah satunya melakukan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS baik Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Tags:

Berita Terkait