Terpidana Mati Persoalkan Batasan Pengajuan Grasi
Berita

Terpidana Mati Persoalkan Batasan Pengajuan Grasi

Majelis meminta pemohon menguraikan latar belakang munculnya ketentuan pembatasan pengajuan grasi itu.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Suud Rusli selaku Pemohon didampingi kuasanya hadir dalam sidang perdana perkara pengujian UU Grasi, Rabu (9/9). Foto: Humas MK
Suud Rusli selaku Pemohon didampingi kuasanya hadir dalam sidang perdana perkara pengujian UU Grasi, Rabu (9/9). Foto: Humas MK
Lantaran pengajuan grasi dibatasi jangka waktunya, terpidana mati mempersoalkan Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohonya, Su’ud Rusli, terpidana mati kasus pembunuhan Dirut PT Asaba Budyharto Angsono dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas At-Thahiriyah Marselinus Edwin Hardian.

Su’ud yang mantan anggota Marinir ini merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan yang membatasi pengajuan grasi selama setahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) itu. “Pengajuan grasi lebih dari 1 tahun sejak putusan inkracht dianggap daluwarsa. Ketentuan itu mencederai rasa keadilan (sense of justice),” ujar kuasa hukum pemohon, Kurniawan Adi Nugroho dalam sidang perdana di  Mahkamah Konstitusi, Rabu (09/9).

Pasal 7 ayat (2) UU Grasi menyebutkan “Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Kurniawan menilai hak pengajuan grasi merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi. Grasi ini merupakan hak prerogratif presiden seperti disebut Pasal 14 ayat (1) UUD 1945. Namun, hak prerogratif presiden sebagai kepala negara seharusnya tidak boleh membatasi waktu pengajuan grasi karena bertentangan dengan prinsip keadilan yang dijamin UUD 1945.

“Grasi telah dijamin konstitusi tidak dapat direduksi atau dibatasi oleh Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010,” ujar Kurniawan dalam persidangan panel yang diketuai Patrialis Akbar.

Menurutnya, grasi tidak termasuk kebijakan terbuka pembentuk Undang-Undang (open legal policy) yang diserahkan kepada pembuat Undang-Undang untuk mengatur lebih lanjut dengan cara membatasi. “Makanya, kita minta Pasal 7 ayat (2) UU Grasi dihapus dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” pintanya.

Su’ud sendiri sudah menjalani hukuman selama kurang lebih 12 tahun ini dan masih mendekam di Lapas Porong Sidoarjo sejak 2008. Sebelumnya, eks Marinir berpangkat Kopral Duainidijatuhi pidana mati oleh Pengadilan Militer II-08 Jakarta pada Februari 2005 lantaran dianggap terbukti membunuh dengan berencana terhadap bos PT Asaba Budyharto Angsono pada 2003.

Putusan itu dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Agustus 2005 dab putusan Mahkamah Agung RI No. PUT/34-K/MIL/2006 Pid/2010 tanggal 07 Juli 2006. Su’ud tercatat pernah melarikan diri di masa awal perkara, yang mengaku semata-mata perlakuan yang tidak manusiawi (petugas Rutan Militer), dikencingi oknum yang tidak bertanggung jawab.

Kepada Majelis, Su’ud mengaku perkara pembunuhan terjadi semata-mata atas pengaruh dan perintah atasan yaitu Letda Syam Ahmad Sanusi. Pemohon dikenakan sanksi pidana tersebut dikarenakan dirinya tidak pernah berani mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya.

“Ini karena semata-mata jiwa korsa dan melindungi atasan untuk pasang badan. Tetapi, hal itutelah berlalu,hanya upaya grasi pemohon yang diajukan tahun 2014 bisa diproses (presiden) agartetapdiberi kesempatanmengabdi dan berbakti kepadanegara,” harapnya dengan nada sedih.

Anggota Majelis Panel Manahan MP Sitompul meminta agar uraian permohonan pada kerugian konstitusional pemohon lantaran membatasi pengajuan grasi satu tahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap. “Secara umum kalau dibatasi 1 tahun, dimana letak kerugian konstitusionalnya? Ini perlu diuraikan lebih lanjut dengan pasal batu uji Pasal 28D ayat (1) UUD 1945?” saran Manahan.

Anggota lainnya, Suhartoyo meminta pemohon membandingkan dengan aturan grasi dalam UU No. 22 Tahun 2002 yang belum mengatur pembatasan pengajuan grasi. Bila perlu, pemohon bisa menguraikan latar belakang munculnya ketentuan itu. “Kalau perlu Saudara cermati penjelasan pasalnya, Ini bisa dicari kenapa aturan sekarang bisa merugikan terpidana mati. Supaya kita tahu original intent pembentuk UU,” pintanya.
Tags: