Otonomi Daerah Sebabkan Masalah Perizinan Minerba
Berita

Otonomi Daerah Sebabkan Masalah Perizinan Minerba

Salah satu solusinya mengesahkan revisi UU Minerba.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Otonomi Daerah Sebabkan Masalah Perizinan Minerba
Hukumonline
Tak selamanya otonomi daerah membawa dampak positif bagi pembangunan. Di sektor industri mineral dan batu bara misalnya, otonomi daerah justru membawa kendala tersendiri. Sebab, penerbitan izin di tiap daerah bisa berbeda. Belum lagi, pengawasan dan pembinaan dari pemerintah pusat menjadi sangat kurang.

Demikian kesimpulan yang mengemuka dalam sebuah diskusi di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/9). Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, masih banyak permasalahan yang dihadapi pengusaha ketika ingin mengurus perizinan kegiatan usaha pertambangan di daerah. Sebab, masing-masing pemerintah daerah punya peraturan daerah masing-masing terkait perizinan pertambangan yang tidak seragam.

“Dengan adanya otonomi daerah itu kita tahu bahwa kendalanya adalah pengawasan dan pembinaan menjadi sangat kurang. Termasuk dalam hal penerbitan perizinan,” katanya.

Menurut Bambang, hal itu tidak sejalan dengan gagasan awal otonomi daerah. Ia mengingatkan, pelaksanaan otonomi daerah dalam penerbitan perizinan seharusnya bisa mempermudah pengurusan izin. Ia menuturkan, otonomi daerah dibuat untuk memudahkan pengusaha agar tidak perlu mengurus izin ke pemerintah pusat cukup ke pemerintah daerah setempat.

Akan tetapi, Bambang menyayangkan bahwa dalam pelaksanaannya, perizinan di tingkat pemerintah daerah justru dijadikan komoditi pemasukan daerah. Akibatnya, produk kebijakan terkait perizinan usaha pertambangan tersebut menjadi cenderung tidak jelas.‎

Dia pun mencontohkan, penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak diikuti dengan penyampaian informasi ke pemerintah pusat dan tidak diikuti dengan pencadangan wilayah dan lahan. Sehingga, mendapatkan IUP bisa saja dengan mudahnya, tapi kejelasan usahanya tidak ada.

"Waktu itu diharapkan dengan perizinan di daerah akan membuat lebih mudah karena pengurusan pengizinan lebih dekat. Namun kenyataannya tidak demikian," ucapnya.

Di sisi lain, Ketua Indonesia Mineral Institute (IMI) Irwandi Arief, menilai bahwa sebenarnya, kondisi ini tak sepenuhnya salah pemerintah daerah. Irwandi mengatakan, masalah utamanya adalah lemahnya pembinaan dan pengawasan dari pemerintah pusat bagi pemerintah daerah. Akibatnya, banyak peraturan daerah tidak sesuai dengan kaidah yang terdapat dalam undang-undang.

Irwandi mengatakan, di dalam UU Pemerintahan Daerah jelasdisebutkan bahwa bila ada peraturan daerah yang tidak sesuai dengan undang-undang maka ada hukuman pencabutan otonomi daerahnya. Selain itu, kalau ada kebijakan yang tidak sesuai undang-undang, maka Perda itu bisa dihapus. Tapi Irwandi melihat saat ini tidak pernah lagi ada Perda dibatalkan.

"Makanya, usaha kita saat ini adalah melakukan penataan. Berbagai penataan kita lakukan agar berbagai kegiatan kembali pada undang-undang. Karena, sebagus apapun aturan yang kita punya yang kita buat, tatapi kalau pelaksanaannya tidak tepat maka nggak ada gunanya aturan itu," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Pelaksana Revisi UU Minerba Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Eva Armila‎Djauhari mengatakan, salah satu solusi untuk mengatasi masalah perizinan itu adalah dengan segera mengesahkan revisi UU Minerba. Ia menyebut, hal ini penting agar peraturan dalam pertambangan menjadi lebih serasi dengan aturan lainnya secara vertikal maupun horizontal. Terlebih lagi, menurut Eva, juga akan mendukung rencana pembangunan nasional.

“Tak lain agar tercapai prinsip 3C seluruh stakeholders, yaitu conducive, certainty and convenience," ujar Eva.

Dalam revisi UU Minerba nantinya, Eva mengatakan bahwa Perhapi dan IMI mengusulkan gar pemerintah membentuk Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK). Tujuannya, sebagai pengelola sumber daya mineral dan batu bara. Ia menjelaskan, BUMNK ini yang akan memegang konsesi pertambangan dari pemerintah, terutama untuk bahan galian tambang yang strategis dan vital.

“Nantinya, BUMNK tersebut akan bekerja sama dalam bentuk kontrak pengusahaan pertambangan dengan pelaku usaha lainnya, baik perusahaan swasta domestik maupun asing,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait