Akademisi Sampaikan Pesan Moral Penanganan Kasus BW
Berita

Akademisi Sampaikan Pesan Moral Penanganan Kasus BW

Sudah lebih dari 70 akademisi yang menandatangani pendapat akademik yang akan disampaikan kepada Presiden.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Akademisi Sampaikan Pesan Moral Penanganan Kasus BW
Hukumonline
Puluhan akademisi, bidang hukum dan non-hukum, menyimpulkan tidak ada cukup alasan secara hukum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Bambang Widjojanto hingga ke pengadilan. Para akademisi ini meyakini banyak pelanggaran atas hukum acara dan peraturan perundang-undangan dalam proses penetapan tersangka dan penanganan perkara komisioner KPK non-aktif, Bambang Widjojanto (BW).

Demikian intisari pandangan sejumlah akademisi yang disampaikan di Jakarta, Jum’at (02/10). Para akademisi lintas kampus akan menyampaikan pendapat akademik itu kepada Presiden. Langkah ini ditempuh setelah polisi melimpahkan perkara BW ke penuntut umum.

Pengajar Indonesia Jentera School of Law (IJSL) Bivitri Susanti menjelaskan pendapat akademik itu merupakan langkah moral para akademisi setelah melihat kejanggalan-kejanggalan dalam proses penegakan hukum, khususnya kasus BW. Menurut dia, kasus BW adalah penegakan hukum yang tujuannya bukan penegakan hukum.

Kalangan akademisi memberi sejumlah bukti. Misalnya, dari organisasi advokat. Pada saat peristiwa pidana yang dituduhkan polisi, Bambang sedang menjalankan profesinya sebagai advokat. Perhimpunan Advokat Indonesia sudah memeriksa Bambang dan menyatakan tak ada pelanggaran.

Ombudsman Republik Indonesia dan Komnas HAM juga sudah mengeluarkan rekomendasi yang intinya menegaskan adanya pelanggaran-pelanggaran, termasuk maladministrasi, dalam penanganan perkara yang dituduhkan terhadap BW.

Bivitri mengingatkan rekomendasi semacam itu datang dari lembaga negara yang kredibel dan pembentukannya lewat Undang-Undang, sehingga pemerintah seharusnya percaya. Kini, setelah polisi melimpahkan perkara BW ke Kejaksaan, bola panasnya ada di tangan Presiden Joko Widodo. Jaksa Agung adalah bagian dari eksekutif, dan berada di bawah Presiden. “Bola panasnya kini ada di tangan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

Pengajar Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menambahkan kasus yang membelit BW sulit disebut sebagai perkara pidana. “Jelas-jelas bukan pidana,” ujarnya.

Kalangan akademisi mengkritik antara lain penggunaan akta notaris yang memuat pencabutan kesaksian empat orang saksi dalam persidangan sengketa pilkada di MA. Pencabutan kesaksian lewat akta notaris tak memiliki nilai pembuktian. Kalau mencabut kesaksian yang sudah disampaikan di sidang MK berarti keempat orang tersebut memberikan keterangan palsu. Ironisnya, polisi tak memproses lebih lanjut dugaan pemberian kesaksian palsu tersebut.

Karena itu kalangan akademisi meminta perkara Bambang tidak diteruskan ke pengadilan. Jaksa Agung punya kewenangan untuk menghentikan penuntutan kasus tersebut. Menurut Bivitri, hingga Jum’at pagi, sudah lebih dari 70 orang menandatangani surat pendapat akademik yang akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo tersebut.
Tags:

Berita Terkait