PPATK Tegaskan TPPU Sebagai Independent Crime
Utama

PPATK Tegaskan TPPU Sebagai Independent Crime

Pencucian uang sering dianggap sebagai kejahatan yang tidak berdiri sendiri. Hakim-hakim Pengadilan Tipikor juga terbelah. PPATK bersikap jelas.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Kepala PPATK M Yusuf. Foto: Sgp
Kepala PPATK M Yusuf. Foto: Sgp
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M Yusuf menegaskan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) bermakna pencucian uang sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri (independent crime). TPPU memiliki karakter khusus.

Penegasan Yusuf ini seolah menjawab pertanyaan yang selama ini muncul. Dalam sidang-sidang di Pengadilan Tipikor sudah sering diajukan dalil bahwa TPPU tidak bisa berdiri sendiri. Harus lebih dahulu dibuktikan tindak pidana pokoknya, baru kemudian TPPU. Hakim-hakim di Pengadilan Tipikor juga terbelah atas masalah ini.

“Kalaupun seseorang lolos dari predicate crime (tindak pidana asal), bukan berarti lolos dari tuduhan TPPU,” ujar M. Yusuf saat memberi keterangan sebagai pihak terkait dalam sidang lanjutan pengujian UU TPPU yang dimohonkan mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung RJ Soehandoyo di Mahkamah Konstitusi, Senin (5/10).

Yusuf menerangkan tidak terbuktinya tindak pidana asal (perbankan) dalam persidangan, tidak sertamerta perbuatan TPPU ikut  tidak terbukti. Sebab, bisa saja pelaku memang tidak terbukti melakukan tindak pidana asal atau salah penerapan pasal dakwaan atau penyidik belum menemukan unsur tindak pidana asalnya. Karena itu, proses penegakan hukum TPPU tidak terpengaruh dengan bebasnya terdakwa dari dari predicate crime.

“Perlu diingat ada perbedaan objek tindak pidana asal dan TPPU yakni harta kekayaan yang diduga berasal atau diperoleh dari tindak pidana asal. Makanya, penegakan hukum TPPU menggunakan pendekatan follow the money,” tutur Yusuf dalam persidangan yang diketua Anwar Usman.

“Meski TPPU masih tetap mempertimbangkan tindak pidana asalnya, tetapi prosesnya bisa dilaksanakan tanpa menunggu lebih dulu putusan tindak pidana asalnya.”

Dia melanjutkan apabila pelaku tindak pidana asal dan TPPU orangnya berbeda atau dianggap berdiri sendiri-sendiri, sehingga wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya dapat berdampak hilangnya independensi TPPU. Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan pelaku tindak pidana asal karena berhasil menyembunyikan, menyamarkan, atau mengalihkan asal usul harta kekayaannya. “Dengan begitu, penegakan hukum TPPU tidak dapat dilakukan termasuk pemblokiran, penyitaan, dan perampasan aset hasil tindak pidana asal,” paparnya.

PPATK mengganggap pemohon RJ Soehandoyo tidak mempunyai kedudukan hukum mengajukan permohonan. Alasannya, Suhandoyo tidak memiliki kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 69 UU TPPU ini. Menurutnya, permohonan ini hanya masalah perbedaan pendapat penerapan UU TPPU yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah. “Jadi, kami minta  permohonan ini ditolak atau tidak dapat diterima,” harapnya.

Melalui kuasa hukumnya, RJ Soehandoyo yang berstatus sebagai tersangka ketika menjadi Komisaris PT Panca Lomba Makmur mempersoalkan Pasal 69 UU TPPU. Soalnya, Polda Sulawesi Tenggara telah menetapkannya sebagai tersangka pada Juni 2014 atas tuduhan Pasal 69 UU TPPU atas laporan Falahwi Mudjur Saleh W alias Seli.

Pemohon diduga memindahbukukan dana perusahaan yang telah digelapkan direktur dan manajer keuangan terdahulu dari rekening manajer keuangan ke rekening PT Panca Logam Makmur untuk menyelamatkan aset perusahaan.

Sebelumnya, direktur (Tomi Jingga) dan manajer keuangan (Falahwi Mudjur) perusahaan ini diduga telah melakukan penggelapan dalam jabatan. Keduanya, telah dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Bau Bau-Bau No. 363/Pid.B/2014/PN.Bau tertanggal 6 Mei 2015.

Padahal, merujuk putusan PN Bau-Bau dalam perkara yang sama, pertimbangan halaman 58 menyebutkan yang berhak membuka blokir rekening manajer keuangan yang telah berstatus terpidana, adalah Komisaris PT Panca Logam Makmur. Menurutnya, perkara TPPU dan predicate crime (Perbankan) masing-masing berdiri sendiri. Hal ini dianggap persoalan hukum baru yang menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi pemohon.

Pemohon menganggap Penyidik tidak dapat menetapkan pemohon menjadi tersangka TPPU. Sebab, perkara ini awalnya bukanlah TPPU, tetapi tindak pidana perbankan dan yang menjadi tersangka pun bukan pemohon. Karena itu, pemohon minta agar Pasal 69 UU TPPU dihapus karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1)  UUD 1945.
Tags:

Berita Terkait