Reformasi TNI Perlu Dilanjutkan
Berita

Reformasi TNI Perlu Dilanjutkan

Guna mewujudkan prajurit TNI yang profesional.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Reformasi TNI Perlu Dilanjutkan
Hukumonline
Peringatan 70 tahun hari jadi TNI dinilai sebagai momentum tepat untuk melanjutkan reformasi TNI yang selama ini dinilai mandek. Reformasi itu diperlukan guna mendukung terwujudnya prajurit TNI yang profesional.

Ketua Air Power Centre of Indonesia (APCI), Marsekal Muda TNI (purn), Koesnadi Kardi, menilai reformasi TNI mandek di tahun 2008. Padahal, sejak 1998 reformasi TNI bergulir, ditandai dengan dihapusnya dwi fungsi ABRI. Seharusnya, reformasi TNI tidak berhenti disitu namun harus berlanjut sampai mengarah pada hubungan sipil-militer yang ideal.

Koesnadi mengatakan selaku kepala negara dan kepala pemerintahan Presiden perlu mengarahkan agar reformasi TNI dilanjutkan karena masih banyak pembenahan yang harus dilakukan. TNI perlu dorongan dari otoritas sipil baik Presiden dan parlemen. “Sampai tahun 2008 reformasi TNI seolah berhenti tanpa ada tindak lanjutnya,” katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Komnas HAM di Jakarta, Senin (05/10).

Peneliti LIPI, Ikrar Nusa Bakti, menilai reformasi TNI berhenti setelah diterbitkannya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasca regulasi itu diterbitkan TNI mulai membiasakan diri bekerja dengan kaidah-kaidah demokrasi. Namun, itu tidak lantas menyelesaikan persoalan yang ada ditubuh TNI seperti keterlibatan TNI dalam politik praktis karena politisi sipil melakukan politisasi. Kemudian, ada tindakan prajurit TNI yang melanggar HAM di daerah konflik seperti Aceh dan Papua.

Masalah tersebut timbul antara lain karena minimnya pendidikan dan pelatihan yang diperoleh anggota TNI. Ia melihat pendidikan dan pelatihan hanya didapat anggota berpangkat perwira pertama dan menengah. Materi pendidikan dan pelatihan yang diberikan biasanya tentang nasionalisme, toleransi dan HAM. Namun, anggota TNI tingkat tamtama dan bintara tidak mendapat pendidikan dan pelatihan itu.

“Jadi pendidikan itu harus diberikan juga pada tingkat tamtama dan bintara, karena mereka pelaku pelanggaran HAM paling banyak dilakukan anggota TNI seperti  di Paniai dan Timika, Papua,” papar Ikrar.

Ikrar menegaskan reformasi TNI harus dilanjutkan. Reformasi bukan hanya penting menyasar regulasi tapi juga struktural dan kultural. Otoritas sipil perlu menerbitkan kebijakan yang mendukung reformasi TNI.

Wakil Ketua Komnas HAM, Roichatul Aswidah, menyebut lembaganya berkepentingan mendorong agar TNI profesional. Sebab, Komnas HAM menerima banyak laporan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan anggota TNI. Pengaduan terkait anggota TNI paling banyak bersinggungan dengan isu kekerasan, penganiayaan dan pertanahan. “TNI masuk dalam 10 aktor yang paling banyak diadukan masyarakat ke Komnas HAM,” ujarnya.

Bagi Komnas HAM, dikatakan perempuan yang disapa Roi itu, reformasi TNI layak dilanjutkan karena TNI harus profesional dan tidak boleh melaksanakan tugas di luar wewenangnya. Jika itu terjadi maka potensi pelanggaran HAM yang dilakukan anggota TNI semakin besar.

Tantangan untuk mewujudkan TNI yang profesional menurut Roi bukan hanya dari lembaga itu sendiri tapi juga otoritas sipil. Apakah otoritas sipil siap untuk menjalankan supremasi sipil dan tidak mengarahkan TNI dalam tugas yang bukan ranah mereka.

Salah satu catatan Komnas HAM dalam reformasi TNI yang penting dilakukan kedepan yakni reformasi peradilan militer (Permil) sebagaimana diatur UU No. 31 Tahun 1997. Reformasi Peradilan Militer perlu dilakukan sebagai bentuk kepatuhan terhadap konstitusi. Reformasi Peradilan Militer juga bisa digunakan sebagai awal untuk melanjutkan reformasi TNI yang belum selesai.

“Permil itu sifatnya tidak terbuka dan tidak menerapkan prinsip fair trial. Dengan reformasi permil itu maka kalau ada anggota TNI yang melanggar pidana umum maka dibawa ke ranah pidana umum. Itu agenda kami untuk mendorong agar TNI profesional,” tukas Roi.

Kepala Panitera Pengadilan Militer Utama, Agung Iswanto, mengakui anggota TNI pangkat tamtama dan bintara yang paling banyak diadili di permil. Namun, untuk reformasi permil ia mengatakan TNI secara umum hanya menjalankan peraturan perundang-undangan. TNI berharap pembuat regulasi membuat ketentuan-ketentuan yang baik dan bisa diterapkan dalam jangka waktu yang lama. “Sejak UU TNI diterbitkan kami mengetahui akan ada reformasi Permil, sampai saat ini kami menunggu itu,” urainya.

Sekalipun UU Permil belum direvisi, tapi Agung mengatakan TNI sudah melakukan reformasi secara bertahap. Misalnya, melaksanakan keterbukaan informasi publik dan melaksanakan pengawasan serta perekrutan hakim militer dengan koordinasi Komisi Yudisial.
Tags: