Abraham Samad Minta Perkaranya Dihentikan
Berita

Abraham Samad Minta Perkaranya Dihentikan

Samad menganggap kasusnya tidak layak dilimpahkan ke pengadilan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Ketua KPK nonaktif, Abraham Samad. Foto: RES
Ketua KPK nonaktif, Abraham Samad. Foto: RES

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad meminta Kejaksaan menghentikan perkaranya. Ia menganggap perkaranya tidak layak dilimpahkan ke pengadilan karena perkara tersebut dibuat-buat. Sama seperti perkara pimpinan KPK nonaktif Bambang Widjojanto dan penyidik KPK Novel Baswedan.

"Kasus ini tidak ada, tapi diada-adakan. Menurut saya tidak adil kalau kasus kita limpahkan. Harus dihentikan. Jadi, bukan masalah takut atau tidak takut. Justru saya menganggap, kalau kasus kita dilimpahkan ke pengadilan, itu tidak adil karena kasus ini diada-adakan," katanya usai menyambangi Litbang KPK, Selasa (6/10).

Walau menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan, Samad merasa tidak adil jika perkaranya yang dibuat-buat itu dilimpahkan ke pengadilan. Bayangkan saja, apabila seseorang yang tidak melakukan kejahatan, tapi dia harus disidangkan dengan tuduhan melakukan kejahatan. Tentu, siapapun tidak akan mau.

"Mau nggak kamu kamu saya bawa ke pengadilan dituduh oleh sesuatu kejahatan? Ketidaklayakan (perkara ini dilimpahkan ke pengadilan) karena pertama, tidak pernah ada dan kedua, tidak pernah kita lakukan. Makanya, itu kenapa kita tidak mau dibawa ke pengadilan. Bukan cuma saya dan Pak BW, yang lain juga, Novel," ujarnya.

Perkara Samad sendiri sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Samad diduga melakukan pemalsuan dokumen kartu keluarga yang digunakan Feriyani Lim untuk membuat paspor ke kantor imigrasi. Oleh karena itu, Samad berpendapat Kejaksaan lah yang harus menghentikan perkaranya.

Sebagaimana diketahui, mekanisme penghentian perkara yang masuk ke tahap penuntutan adalah dengan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP). Sesuai ketentuan Pasal 140 ayat (2) KUHAP, syarat penerbitan SKPP adalah kurang cukup bukti, perbuatan yang disangkakan bukan tindak pidana, dan/atau demi kepentingan hukum.

SKPP merupakan kewenangan Kejaksaan. Berbeda halnya dengan seponering atau pengenyampingan perkara yang merupakan kewenangan Jaksa Agung. Apabila mengacu Pasal 35 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Jaksa Agung memang memiliki kewenangan untuk mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum.

Tags:

Berita Terkait