Eks GM Hutama Karya Didakwa Korupsi
Berita

Eks GM Hutama Karya Didakwa Korupsi

Diduga merugikan negara hingga Rp40,193 miliar.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp
Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Sgp

Mantan General Manager PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan, didakwa merugikan keuangan negara Rp40,193 miliar dalam proyek Pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tahap III Kementerian Perhubungan tahun anggaran 2011 di Jakarta dan Sorong.

"Budi Rachmat Kurniawan bersama-sama dengan Sugiarto dan Irawan (masing-masing perkaranya dilakukan penuntutan secara terpisah), bersama-sama dengan Bobby Reynold Mamahit dan Djoko Pramono melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga merugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp40,193 miliar," kata penuntut umum KPK Dzakiyul Fikri, di Jakarta, Jumat (9/10).

Sugiarto adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sedangkan Irawan adalah Ketua Panitia Pengadaan dalam proyek tersebut. Sedangkan Bobby Reynold Mamahit yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub, ketika proyek dilangsungkan menjabat sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan (BPSDMP). Djoko Pramono adalah Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Laut (PPSDML) yang keduanya merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

"Terdakwa melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi sebesar Rp536,5 juta dan menguntungkan korporasi yaitu PT Hutama Karya yang diperoleh dari selisih penerimaan riil dikurangi pengeluaran riil kepada pihak subkontraktor sebesar Rp19,462 miliar," ungkap Fikri.

Perbuatan tersebut dilakukan Budi dengan cara mempengaruhi atasan langsung KPA Bobby Reynold Mamahit dan Djoko Pramono, PPK dan panitia pengadaan untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam pengadaan tersebut dengan pemberian imbalan (arranger fee).

Padahal, setelah PT Hutama Karya ditetapkan sebagai pemenang lelang, perusahaan itu juga tidak mengerjakan sendiri pekerjaan utamanya melainkan mensubkontrakkan ke pihak lain tanpa seizin PPK. Selain itu, juga membuat kontrak fiktif untuk menutupi biaya arranger fee tersebut, menggelembungkan biaya operasional atas pekerjaan BP2IP, melaporkan kemajuan pekerjaan yang tidak sesuai kondisi yang sebenarnya.

"Terdakwa meminta bantuan Theofilus Waimuri selaku Staf Khusus/Penasihat Menteri Perhubungan untuk menyampaikan kepada Bobby Reynold Mamahit untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek pembangunan BP2IP Sorong, dan atas permintaan tersebut Theofilus menyanggupinya untuk mempengaruhi Bobby. Bobby lalu mengarahkan terdakwa untuk menemui Djoko Pramono meski diketahui PT Hutama Karya sebelumnya tidak pernah mengikuti kegiatan lelang pembangunan diklat Ilmu Pelayaran (rating school) di Sorong tahap I dan II," tutur Fikri.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait