Cegah Kerugian Negara, KPK Kaji PNBP Kehutanan
Berita

Cegah Kerugian Negara, KPK Kaji PNBP Kehutanan

Hasil kajian, produksi yang tercatat ternyata jauh lebih rendah daripada volume kayu yang dipanen dari hutan alam di Indonesia.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

KPK menggelar sistem pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penatausahaan kayu di sektor kehutanan. Acara ini juga dihadiri oleh Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono, Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera dan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani.

Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan, selain mencegah kerugian negara di sektor kehutanan, kajian ini juga bertujuan untuk memeriksa sistem yang memungkinkan terjadinya kerugian, dan mengkoordinasikan upaya untuk memperbaiki sistem tersebut serta meningkatkan pemungutan penerimaan.

Dari hasil kajian diperoleh bahwa produksi yang tercatat ternyata jauh lebih rendah daripada volume kayu yang dipanen dari hutan alam di Indonesia. Selama tahun 2003-2004, total produksi kayu mencapai 630,1-772,8 juta meter kubik. Angka-angka tersebut mengindikasikan bahwa statistik dari KLHK hanya mencatat 19–23 persen dari total produksi kayu selama periode kajian. Sedangkan 77–81 persen tidak tercatat.

Mengingat biaya pemeliharaan hutan sangat besar, Zulkarnain berharap, PNBP dapat dikelola dengan baik. Jika tidak, maka tidak akan membawa perbaikan kesejahteraan bagi rakyat. “Dengan ada kajian ini, bersama dengan instansi terkait, kita bisa melakukan perbaikan, sehingga sistem akan lebih baik dan akuntabel. Potensi kehilangan keuangan negara bisa kita minimalisasi,” katanya dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Jumat (9/10).

Ia menuturkan, selama 2003-2014,
pemerintah memungut PNBP dengan
selisih sebesar Rp31 triliun dari Dana Reboisasi
(DR) dan komponen hutan alam dari
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH).
Namun, pemerintah seharusnya memungut penerimaan
agregat sebesar Rp93,9-Rp118
triliun dari DR and PSDH selama tahun
2003-2014.

Angka tersebut menunjukkan bahwa total kerugian negara akibat pemungutan penerimaan DR and PSDH yang kurang maksimal mencapai Rp62,8-Rp86,9 triliun atau rata-rata sebesar Rp5,24-Rp7,24 triliun per tahun selama 12 tahun periode kajian.

Selain itu, hasil kajian juga menemukan sejumlah kelemahan dalam sistem administrasi PNBP Kehutanan. Di antaranya, data dan informasi, pengendalian internal tidak memadai untuk memastikan akuntabilitas tata usaha kayu dan pemungutan PNBP, mekanisme akuntabilitas eksternal tidak memadai untuk mencegah kerugian negara, terbatasnya efektivitas penegakan hukum kehutanan, serta tarif royalti di sektor kehutanan telah ditetapkan pada tingkat yang memfasilitasi pengambilan rente ekonomi yang sangat terbatas oleh pemerintah dan memberikan insentif implisit bagi pengelolaan hutan yang tidak lestari.

Sementara itu, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono mengatakan, pihaknya telah menjalin kerja sama dengan KPK sejak 2010. “Selama 5 tahun kami merasakan manfaat yang sangat membantu dan mendukung dalam melakukan beberapa perbaikan terutama perbaikan tata kelola. Sehingga kami sepakat untuk selalu memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan KPK,” katanya.

Mengenai kajian ini, Bambang mengaku KLHK memiliki sikap yang sejalan dengan kajian KPK, bahwa pemungutan PNBP belum optimal. “Sehingga kami melakukan terobosan secara paralel agar bisa dipungut seluruhnya tanpa ada yang hilang,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait