Pengembalian Gratifikasi oleh Anggota DPRD Sumut Berimplikasi Hukum
Berita

Pengembalian Gratifikasi oleh Anggota DPRD Sumut Berimplikasi Hukum

Keenam anggota DPRD Sumut itu bisa masuk dalam kategori saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai. Foto: Sgp
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai. Foto: Sgp

Langkah enam anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) yang mengembalikan uang diduga hasil gratifikasi kasus suap pengesahan APBD Sumut ke KPK, diapresiasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, Sabtu (10/10), LPSK berharap langkah tersebut diikuti oleh anggota DPRD Sumut lainnya.

Apresiasi diberikan, kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, lantaran pengembalian dilakukan sebelum KPK menetapkan tersangka dalam kasus itu. Meski begitu, ia tak menampik, langkah tersebut berimplikasi hukum bagi keenam anggota DPRD yang mengembalikan uang tersebut.

“Langkah anggota DPRD Sumut yang mengembalikan uang diduga hasil gratifikasi ke KPK sudah baik, dan itu patut diapresiasi. Mereka kooperatif dan membantu KPK dalam mengungkapkan kasus dugaan suap pada pengesahan APBD Sumut,” ujar Semendawai.

Menurutnya, keenam anggota DPRD Sumut itu bisa masuk dalam kategori saksi pelaku sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Saksi pelaku tersebut adalah tersangka, terdakwa atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

“Jika pun pengembalian uang dapat berimplikasi hukum pada diri mereka, anggota DPRD Sumut yang kooperatif tentu berpeluang untuk ditetapkan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama,” katanya.

Semendawai menuturkan, bagi saksi pelaku yang bekerja sama ini, terdapat hak-hak yang diatur dalam Pasal 10A UU Perlindungan Saksi dan Korban. Di antaranya, saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. Penanganan secara khusus itu berupa pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.

Penanganan khusus lainnya yaitu pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapkannya. Kepada para saksi pelaku juga diberikan penghargaan, antara lain keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai perundang-undangan bagi saksi pelaku berstatus narapidana.

Karena banyaknya kemudahan bagi saksi pelaku itu, Semendawai berharap, anggota DPRD Sumut lain yang juga diduga menerima suap pengesahan APBD Sumut dapat kooperatif dan bekerja sama dengan KPK. “Kan tidak harus menunggu KPK menetapkan tersangka. Jika turut menerima gratifikasi, langsung saja melapor ke KPK sehingga bisa menjadi pertimbangan menjadi saksi pelaku,” ujar Semendawai.

Sebelumnya diberitakan, sebanyak enam anggota DPRD Provinsi Sumut mengembalikan uang yang diduga merupakan suap terkait dengan pembahasan APBD Sumut ke KPK. Namun, belum semua anggota DPRD Sumut yang diduga menerima suap melakukan langkah serupa. 

Menurut Direktur Penyelidikan KPK Herry Muryanto, baru ada enam orang anggota DPRD Sumut, masing-masing tiga orang dari periode 2004-2014 dan tiga orang lagi dari periode 2014-2019, yang mengembalikan uang ke KPK. Jumlah totalnya sekitar Rp300 jutaan.

Tags:

Berita Terkait