Komnas Perempuan Minta Negara-negara Muslim Ratifikasi CEDAW
Berita

Komnas Perempuan Minta Negara-negara Muslim Ratifikasi CEDAW

Indonesia bisa jadi contoh bagi negara muslim untuk menyuburkan perlindungan dan pemenuhan HAM.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) segera meratifikasi International Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW). Pasalnya, masih banyak negara-negara muslim yang menjadi anggota OKI belum meratifikasi CEDAW.

Padahal, menurut Ketua Komnas Perempuan, Azriana, ratifikasi CEDAW merupakan hal fundamental dalam mengadvokasi pemenuhan dan perlindungan hak asasi perempuan. Azriana mengatakan, selama ini masih banyak pelanggaran HAM terhadap perempuan di negara muslim. Terutama, ia melihat hal itu menimpa buruh migrant asal Indonesia.

Lebih lanjut, Azriana menuturkan bahwa CEDAW telah mendefinisikan prinsip-prinsip tentang hak asasi manusia, norma-norma dan standar-standar kelakuan dan kewajiban dimana negara-negara peserta konvensi sepakat untuk memenuhinya. Lebih spesifik lagi, konvensini ini juga bicara tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini memungkinkan setiap individu/kelompok yang tidak puas atas pelaksanaan CEDAW di negaranya dapat mengajukan langsung permasalahannya kepada pemerintah bahkan sampai PBB.

“Untuk itu, kami meminta agar negara-negara muslim anggota OKI segera meratifikasi CEDAW sebagai hokum nasionalnya. Ratifikasi CEDAW merupakan hal mendasar untuk melakukan kerja sama dengan negara-negara OKI untuk mengadvokasi hak-hak perempuan,” tandas Azriana di hadapan Independent Permanent Human Rights Commission (IPHRC) OKI di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta, Selasa (13/10).

Menurut Azriana, jika ratifikasi itu sudah merata dilakukan oleh seluruh negara muslim, ia yakin nantinya advokasi perlindungan hak perempuan akan lebih optimal. Ia mengeluhkan, selama ini perempuan asal Indonesia yang bekerja sebagai buruh migran di negara OKI banyak yang haknya terabaikan. Hanya saja, selama ini advokasi terhadap mereka masih terbentur berbagai kendala, terutama lantaran kebanyakan negara Timur Tengah belum meratifikasi CEDAW.

Selain itu, Azriana juga mendorong agar setiap anggota OKI membentuk komisi nasional perlindungan HAM di masing-masing negaranya. Ia menuturkan, hal tersebut menjadi salah satu refleksi bahwa negara OKI menjadikan HAM sebagai salah satu isu prioritas yang harus diselesaikan. Sebab, jika tak ada institusi HAM nasional, menurutnya akan sangat sulit untuk mengupayakan advokasi pemenuhan, perlindungan ataupun promosi HAM.

“Menurut kami negara-negara OKI sudah saatnya memikirkan HAM sebagai suatu hal yang menjadi prioitas. Hal ini bisa dibuktikan dengan membentuk komisi nasional Ham di negaranya masing-masing,” tambah Azriana.

Azriana juga menyampaikan keinginannya menjalin kerja sama dengan IPHRC OKI. Menurutnya, lembaga tersebut harus mengoptimalkan perannya dalam isu HAM di kalangan negara muslim. Ia menambahkan, banyak persoalan HAM di negara-negara muslim yang sebenarnya membutuhkan perhatian organisasi seperti OKI. Oleh karena itu, kehadiran IPHRC OKI seharusnya dapat bernilai.

Ketua IPHRC OKI asal Sudan, Siti Ruhaini Dzuhayatin, menanggapi bahwa apa yang disampaikan oleh Azriani harus menjadi masukan berharga bagi pihaknya. Ia berjanji akan menindaklanjuti hal itu untuk memperbaiki peran IPHRC OKI dalam memperjuangkan HAM. Ia pun sepakat bahwa HAM seharusnya memang menjadi isu penting di antara negara-negara muslim.

“Kami melihat bahwa Indonesia bisa menjadi contoh yang baik bagi negara muslim bahwa Islam, demokrasi, dan modernisasi bisa tumbuh bersama-sama di antara keberagaman budaya dan kepercayaan. Terlebih lagi, hal itu justru menyuburkan perlindungan dan pemenuhan HAM di sini,” tuturnya.
Tags:

Berita Terkait