Dilema Pengacara Asuransi Pembela Mata-Mata
Resensi

Dilema Pengacara Asuransi Pembela Mata-Mata

Menyuguhkan nilai-nilai integritas seorang pengacara.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Foto: www.imdb.com
Foto: www.imdb.com
Membela negara atau membela klien? Itu lah dua pilihan yang harus dihadapi oleh Tom Hanks dalam film barunya yang diluncurkan di Indonesia pada awal minggu ini, Bridge of Spies.

Dalam film ini Tom Hanks berperan sebagai James Donovan atau Jim, pengacara asuransi yang diminta untuk mendampingi proses hukum orang yang disangka sebagai mata-mata Uni Soviet, Rudolf Abel (Mark Lyrance).

Diangkat dari kisah nyata pada saat perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet berlangsung, film yang disutradarai Steven Spielberg ini mengisahkan perjalanan Jim hingga membawanya pada misi negosiasi dengan pihak Uni Soviet untuk melakukan pertukaran tahanan.

Jim yang sebelumnya tak pernah menangani perkara serupa dan bukan pakar di bidang litigasi akhirnya setuju untuk mendampingi Abel. Keputusan itu diambilnya meski sejak awal Jim tahu ia akan dibenci warga Amerika, dan membuat buruk citra kantornya, Watters & Donovan Law Firm, yang terletak di Broklyn, New York.

Kisah dimulai. Tanpa menyudutkan Abel yang layaknya virus mematikan bagi negaranya, Jim berusaha melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengacara sebaik mungkin. Jim tak segan meminta hakim yang memeriksa perkara tersebut untuk menunda persidangan saat tahu bahwa penggeledahan dilakukan tanpa melalui prosedur yang mestinya.

Berulang kali hakim mencoba mengingatkan Jim bahwa yang sedang dibelanya adalah seorang pengkhianat yang membahayakan. Hal serupa juga dilakukan oleh agen Central Intelligence Agency (CIA) yang mencoba mengulik informasi terkait Abel dari Jim.  Karena jengah diingatkan seperti itu dan dengan dalil “kerahasiaan antara pengacara dan kliennya”, Jim pun meninggalkan agen CIA tersebut.

Tetap dinyatakan bersalah oleh juri atas semua tuduhan yang didakwakan kepada Abel, Jim berusaha menegosiasi hakim agar Abel tak dijatuhi hukuman mati. Jim percaya bahwa bagaimanapun Abel adalah sosok yang baik, yang patuh dalam menjalankan tugas yang diberikan kepadanya. Jim merasa seperti itu lah semestinya seorang pasukan.

Dengan ilmu asuransi yang ia terapkan dalam negosiasi tersebut, Abel pun bebas dari hukuman mati dan divonis 30 tahun penjara.

“Tidak ada kursi listrik,” ucap Jim kepada Abel yang terlihat lega setelah mendengar putusan hakim.

Sejak itu hidup Jim pun tak sama lagi. Klien Jim di kantor lebih memilih ditangani pengacara lain. Orang-orang di jalan memandang Jim layaknya musuh bersama. Bahkan oleh petugas kepolisian yang seharusnya melindungi rumah dan keluarga Jim pasca tragedi penembakan rumahnya sebagai bentuk ancaman, Jim dimaki-maki.  Meski begitu, Jim tak patah arang memperjuangkan hak kliennya.

Cerita pun bergulir hingga Jim diminta oleh CIA melakukan negosiasi dengan Uni Soviet sebab seperti prediksi yang ia sampaikan kepada hakim sebelumnya, Uni Soviet membalas dengan cara menahan mata-mata Amerika Serikat, Francis Gary Powers untuk ditukar dengan Abel.

Tanpa jaminan perlindungan dari negara, Jim tetap berangkat ke Berlin Timur, tempat di mana rencana pertemuan dan negosiasi dengan Uni Soviet akan dilangsungkan.  Namun setibanya di sana Jim mendapat kabar bahwa ada satu lagi warga Amerika yang ditahan. Seorang pemuda bernama Frederic Pryor yang tengah menyelesaikan studinya ditahan oleh tentara Jerman.

Di sini lah, Jim menunjukkan strategi negosiasi. Walaupun CIA meminta untuk tidak menghiraukan Pryor, Jim juga merasa perlu menyelamatkan masa depan cerah yang mungkin menanti pemuda ini. Ditambah lagi Jim teringat dengan salah seorang anak buahnya di kantor – yang juga merupakan teman kencan putrinya – yang  seusia dengan Pryor.

Lebih dari sekadar memperlihatkan kecerdasan berpikir dan kelihaian sosok Jim dalam melakukan negosiasi, film ini sarat akan nilai integritas yang dijunjung tinggi oleh Jim sebagai seorang pengacara, serta nilai-nilai kemanusiaan yang disuarakannya.

Tanpa filter berlebihan yang digunakan untuk menggambarkan suasana di tahun 1960an yang bisa jadi membuat mata anda sakit, film berdurasi 142 menit ini justru akan sangat menyedot perhatian sepanjang tayangannya karena penggambaran yang dalam pada setiap kejadian. Begitu pun setiap percakapan yang dibangun.

Meski terbilang lama, film ini bisa dikatakan pas karena tidak banyak ditaburi bumbu-bumbu drama yang membuat penonton kehilangan inti utama dari film. Hingga saat resensi ini dibuat, Bridge of Spies memperoleh rating 8.2 dari 10 di www.imdb.com.

Tertarik untuk menonton? Film ini sudah bisa anda saksikan di bioskop-bioskop kesayangan anda. Dan bersiaplah, selama pemutaran film tersebut, sesekali anda akan merasakan momen menonton cuplikan film sejarah yang diputarkan di museum. So, jangan sampai kelewatan ya!
Tags:

Berita Terkait