Rencana Kapal Perang AS Memasuki Laut Tiongkok Selatan: Menguji Pasal-Pasal UNCLOS?
Kolom

Rencana Kapal Perang AS Memasuki Laut Tiongkok Selatan: Menguji Pasal-Pasal UNCLOS?

Secara hukum, sekalipun tanpa notifikasi/izin, masuknya kapal perang AS ke laut teritorial tidak melanggar UNCLOS sepanjang lintas kapal itu dilakukan dalam rangka “passage”, yaitu secara normal melakukan lintas di laut teritorial.

Bacaan 2 Menit
Foto: Koleksi Penulis
Foto: Koleksi Penulis

Amerika Serikat (AS) dikabarkan akan mengirimkan Kapal Perang ke Laut Tiongkok Selatan (LTS) dengan maksud ingin memastikan bahwa kegiatan reklamasi di Tiongkok tidak menggerogoti “freedom of navigation” yang diakui oleh hukum internasional yang menjadi kepentingannya di LTS. Tindakan AS ini kelihatanya semacam ‘uji norma’ apakah hak lintas damai di laut teritorial dihormati oleh Tiongkok. Uji norma ini dilakukan dengan cara ‘dengan sengaja memasuki laut teritorial dari gugusan Spratly di dalam 12 mil’ dan melihat reaksi Tiongkok. Menurut AS, hukum internasional termasuk UNCLOS merestui lintas damai ini. Reaksi Tiongkok nantinya akan menentukan apakah hukum internasional dihormati atau tidak.

Rencana pengiriman kapal ini tentu saja melahirkan kontroversi dan sinyal negatif di kawasan. Terlepas dari kontroversi apakah ‘uji norma’ ini sendiri diperkenankan oleh hukum internasional, namun sinyal yang terekspose sangat mengkuatirkan. Rencana AS ini telah dimaknai secara liar dengan penggunaan istilah yang  provokatif, seperti “Patroli” ketimbang istilah “passage”. Akibatnya, publik di kawasan LTS khususnya masyarakat Tiongkok dengan cepat memaknai rencana AS ini sebagai ‘ajakan perang’ ketimbang persoalan norma itu sendiri.

Bagi para pakar hukum, persoalan yang lebih menarik tentang  ‘hajatan’ AS ini adalah soal perbedaan tafsir antara AS dan Tiongkok terhadap beberapa norma hukum laut, khususnya UNCLOS.

Pertama, soal hak lintas, baik hak lintas bebas (di laut bebas dan ZEE) maupun hak lintas damai (di laut teritorial). Menurut Tiongkok, UNCLOS tidak tegas mengatur tentang kapal laut militer, baik dalam melakukan  aktivitas di ZEE  maupun pada saat melakukan hak lintas damai di laut teritorial. Kedua negara berbeda pendapat soal perlu tidaknya suatu notifikasi/izin bagi kapal perang yang akan beraktivitas di ZEE atau yang akan melakukan hak lintas damai di laut teritorial suatu negara pantai. Tiongkok bersikeras bahwa notifikasi/izin itu mutlak, sedangkan AS menolak syarat ini karena bertentangan dengan hukum laut khususnya UNCLOS.

Rencana AS adalah menguji apakah Tiongkok menghormati hak lintas damai dan untuk itu Kapal AS akan memasuki laut teritorial dari gugusan pulau Spratly yang diklaim oleh Tiongkok. Oleh Tiongkok rencana AS ini dinilai pelangaran terhadap kedaulatan wilayahnya. Tiongkok menuduh AS berlindung dibalik kebebasan berlintas untuk melanggar kedaulatan Tiongkok. Menikmati kebebasan berlintas ini harus tetap menghormati hukum negara pantai.

Pasal 17 UNCLOS menjamin hak lintas damai untuk semua kapal di laut teritorial negara pantai. Semua kapal berarti semua kapal berbendera asing, baik dari negara pihak maupun bukan pihak terhadap UNCLOS. Argumen Tiongkok yang selalu menekankan bahwa AS bukan negara pihak pada UNCLOS tidak terlalu relevan untuk menghalangi AS menikmati hak lintas ini. Selanjutnya pasal 19 UNCLOS menegaskan bahwa hak lintas disebut damai jika tidak mengancam perdamaian, ketertiban dan keamanan negara pantai. Beberapa aktivitas kapal dianggap tidak berlintas damai, seperti penggunaan ancaman terhadap kedaulatan wilayah, menggunakan senjata, kegiatan intelijen, propaganda dan lain-lain.

UNCLOS tidak mensyaratkan bahwa untuk berlintas damai ini harus memberikan notifikasi atau mendapat izin terlebih dahulu. Hak lintas damai pada hakekatnya kebebasan berlayar termasuk bebas dari kewajiban melakukan notifikasi atau permintaan izin sepanjang lintasnya beritikad damai.  

Tags: