PP Pengupahan Terbit, Dewan Pengupahan Tidak Lagi Survei KHL
Berita

PP Pengupahan Terbit, Dewan Pengupahan Tidak Lagi Survei KHL

Survei KHL akan dilakukan oleh BPS kemudian hasilnya diserahkan kepada dewan pengupahan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Demo buruh di depan Istana Negara menolak PP Pengupahan, Jumat (30/10). Foto: RES
Demo buruh di depan Istana Negara menolak PP Pengupahan, Jumat (30/10). Foto: RES
Diterbitkannya PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan mengubah kebiasaan yang selama ini dilakukan dalam menetapkan upah minimum. Perubahan itu juga menyasar peran dewan pengupahan terutama di daerah yang sebelumnya berperan melakukan survei pasar dan kemudian merekomendasikan besaran upah minimum provinsi (UMP) kepada gubernur.

Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan, Andriani, mengatakan pasca PP Pengupahan diterbitkan, Dewan Pengupahan tidak lagi melakukan survei KHL. Saat ini, dikatakan Andriani, survei itu akan dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Menurutnya BPS sebagai lembaga pemerintah yang profesional dalam melakukan survei karena metodologi yang digunakan ilmiah. Selama ini, data BPS digunakan sebagai rujukan data nasional dan internasional. Ia berpendapat survei KHL yang dilakukan Dewan Pengupahan daerah selama ini kurang meyakinkan.

“Dengan terbitnya PP Pengupahan maka survei KHL di daerah tidak ada lagi. Saat ini kebutuhan anggaran untuk survei KHL di daerah sudah tidak dianggarkan lagi,” kata Andriani dalam jumpa pers di kantor Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Jumat (30/10).

Andriani menjelaskan peran Dewan Pengupahan daerah untuk melakukan survei KHL tidak lagi diperlukan karena PP Pengupahan mengatur kenaikan upah minimum menggunakan formula. Formula yang digunakan mengacu variabel UMP berjalan, inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional (PDB). “Jadi survei KHL yang selama ini dilakukan setiap tahun tidak ada lagi,” ujarnya.

Walau begitu Andriani mengatakan peran Dewan Pengupahan daerah tetap ada, antara lain menghitung besaran UMP dan merekomendasikannya kepada gubernur. Namun, penghitungan yang dilakukan Dewan Pengupahan itu tetap mengacu pada formula sebagaimana diamanatkan PP Pengupahan.

Untuk peninjauan KHL setiap lima tahun sekali, Andriani mengatakan itu akan dilakukan oleh BPS. Dalam meninjau komponen KHL, BPS akan melakukan survei. Menurutnya BPS adalah lembaga pemerintah yang profesional melakukan survei dan penelitian. Untuk itu BPS dinilai tepat melakukan survei KHL karena metodologi yang digunakan ilmiah dan para petugasnya profesional.

Jika hasil survei KHL setiap lima tahun oleh BPS itu hasilnya menambah jenis komponen KHL maka Dewan Pengupahan akan menggunakannya untuk menghitung berapa besaran yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung UMP. Misalnya, UMP yang digunakan sebagai dasar penghitungan UMP tahun ini hanya berbasis 60 item KHL. Ketika survei BPS menghasilkan 65 jenis komponen KHL maka Dewan Pengupahan akan menghitung berapa besaran UMP berdasarkan 65 komponen KHL itu.

Hasil penghitungan di dewan pengupahan itu kemudian direkomendasikan kepada gubernur. “Basis dasar untuk menghitung UMP berdasarkan KHL yang baru itu ditetapkan Dewan Pengupahan kemudian direkomendasikan ke gubernur” urai Andriani.

Dengan begitu maka tidak membuang waktu dewan pengupahan untuk melakukan survei dan Dewan Pengupahan bisa fokus mengerjakan tugas-tugas lainnya sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan.

“Tugas utama dewan pengupahan itu salah satunya memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan pengupahan,” papar Andriani.

Andriani melihat selama ini Dewan Pengupahan khususnya di daerah selalu sibuk mengurusi upah minimum. Padahal peran Dewan Pengupahan sangat strategis seperti merancang sistem pengupahan nasional. Apalagi sampai saat ini belum ada sistem pengupahan nasional. Berbagai peraturan yang ada saat ini terkait pengupahan hanya sebagian saja dari sistem pengupahan nasional.

Dewan Pengupahan juga seharusnya secara rutin melakukan berbagai monitoring dan evaluasi mengenai seluruh aspek terkait dengan pengupahan yang diterapkan di perusahaan. Misalnya, apakah perusahaan sudah menerapkan upah minimum dengan baik, apakah sudah punya struktur dan skala upah atau belum.

Hasil monitoring Dewan Pengupahan itu kemudian disampaikan kepada pemerintah baik pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Andriani menyebut pemerintah harus menindaklanjuti hasil itu. “Peran Dewan Pengupahan itu sangat strategis,” katanya.

Patuhi PP Pengupahan
Sesditjen PHI dan JSK Kementerian Ketenagakerjaan, Iskandar Maula, mengatakan kepala daerah wajib melaksanakan PP Pengupahan dalam rangka menetapkan upah minimum. Bahkan Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan surat edaran yang intinya mendorong kepala daerah untuk melaksanakan PP Pengupahan itu. Jika tidak melaksanakan aturan itu ia yakni kepala daerah yang bersangkutan akan diminta pertanggungjawaban oleh Mendagri.

Bagi pihak yang ingin melakukan judicial review ke Mahkamah Agung, Iskandar, mempersilakan. Menurutnya langkah itu sangat tepat bagi pihak yang tidak setuju terhadap PP Pengupahan. Sebab merujuk peraturan yang ada MA berwenang untuk membatalkan atau tidak regulasi yang diterbitkan pemerintah itu. “Silakan saja lakukan judicial review ke MA, jika putusan MA nanti membatalkan PP Pengupahan maka kami akan batalkan,” tukasnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Hadi Subhan, menilai PP Pengupahan bertentangan dengan pasal 98 UU Ketenagakerjaan karena tidak melibatkan dewan pengupahan dalam menetapkan upah minimum setiap tahun. Ia mengingatkan ketentuan itu mengamanatkan dewan pengupahan ditingkat nasional, prvonisi dan kabupaten/kota dibentuk untuk memberikan saran, pertimbangan dan merumuskan kebijakan pengupahan yang akan ditetapkan oleh pemerintah.

“Dengan formula yang ditetapkan dalam PP Pengupahan itu berarti dewan pengupahan tidak berfungsi lagi. Kecuali untuk beberapa provinsi yang upahnya belum mencapai KHL,” urainya.

Dengan diterbitkannya PP Pengupahan maka sepanjang pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak akan ada perubahan komponen KHL. Sebab KHL ditinjau lima tahun sekali. Subhan menilai selama tidak ada peningkatan kualitas atau kuantitas KHL maka upah buruh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan tidak akan naik signifikan.

“Jadi istilahnya upah buruh sampai beberapa tahun kedepan dipatok lewat formula yang menggunakan variabel inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait