Dr Gutiarso SH MH:
Nahkoda PN Bontang ‘Merangkap’ Dalang
Berita

Dr Gutiarso SH MH:
Nahkoda PN Bontang ‘Merangkap’ Dalang

Cita-citanya menjadi hakim pun datang dari karakter-karakter wayang yang dimainkan oleh sang ayah.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Gutiarso bersama koleksi wayangnya. Foto: RIA
Gutiarso bersama koleksi wayangnya. Foto: RIA
Hakim yang berprofesi sebagai tenaga pengajar saat ini mungkin sudah tidak sulit ditemukan, lalu bagaimana dengan hakim yang berprofesi sebagai dalang? Setidaknya sekarang kita tahu bahwa Indonesia punya Gutiarso, 'Wakil Tuhan' yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Bontang (PN Bontang), Kalimantan Timur.

Ketika dinas di Malang, selain dikenal sebagai Hakim PN Kepanjen dan dosen di beberapa kampus seperti Universitas Brawijaya (UB), Universitas Muhammadiyah Malang, serta perguruan tinggi-perguruan tinggi swasta lainnya, Gutiarso akrab dengan sebutan "Ki Gutiarso" karena lakonnya sebagai dalang dalam banyak pertunjukan.

Materi yang dibawakan Gutiarso pun tak jauh-jauh dari persoalan hukum. Peraih gelar doktor hukum pidana dari Fakultas Hukum UB ini memang ingin memainkan koleksi wayangnya tersebut untuk memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat marjinal atau Gutiarso lebih sering menyebutnya dengan grass root (akar rumput).

Gutiarso mengatakan bahwa keinginannya adalah bagaimana hukum dapat diterima oleh masyarakat, baik dari kalangan terpelajar maupun grass root. “Kalau kalangan terpelajar, dengan saya menjadi dosen dan penyuluh hukum itu sudah oke. Tapi kalau untuk grass root, apakah dengan teori itu dia bisa menangkap?” kata Gutiarso.

“Nah kemudian muncul lah pemikiran saya bahwa kita harus menggandeng pemerintah kota sebagai donatur untuk mengadakan wayang kulit dengan program penyuluhan hukum ini. Pertama kali waktu itu di Malang, dan lanjut di sini juga” ceritanya saat hukumonline mendapat kesempatan berkunjung ke PN Bontang.

Tak hanya sekali, dua kali, Gutiarso bisa mendalang sampai 14 kali dalam setahun saat dirinya bertugas di Malang. “Ya bersyukur kita bisa memberikan ilmu kepada masyarakat marjinal. Selama ini kan masayarakat marjinal itu hampir tidak mendapatkan apa-apa. Jadi lewat wayang lah saya larinya,” ucap Gutiarso.

Usut punya usut, hobi dan bakat mendalang Gutiarso ini diturunkan dari sang ayah yang selain berprofesi sebagai guru, beliau juga merupakan dalang asal Desa Sulur, Ngrayun, Ponorogo.

Sejak kecil, Gutiarso sudah biasa menyaksikan ayahnya memainkan wayang. Namun oleh sang ayah, Gutiarso tidak diizinkan mengikuti jejaknya menjadi dalang. Alasannya karena profesi dalang tidak menjanjikan. Karena larangan sang ayah itu pula, Gutiarso baru belajar mendalang saat kelas 3 SMA.

“Saya mengikuti bapak mendalang, tapi baru belajar mendalang sendiri setelah SMA kelas 3 karena waktu itu sama bapak tidak boleh. Waktu itu dalang itu kan tidak menjanjikan – tidak seperti sekarang, makanya bapak bilang yang penting kamu sekolah,” kenang pria kelahiran 8 Mei 1966 ini.

Nyatanya Gutiarso memang tidak bercita-cita menjadi seorang dalang profesional. Sejak kelas 2 SD Gutiarso sudah menggantungkan mimpinya untuk menjadi hakim.

“Sejak SD saya pengen sekali jadi hakim. Makanya meski jarak desa saya ke kota itu 34 kilometer dan sepanjang empat kilo harus saya tempuh dengan jalan kaki atau naik kuda, saya itu maunya sekolah di tempat favorit sejak SMP. SMP 1 Ponorogo waktu itu,”  ucap Gutiarso.

Saat ditanya apakah yang menjadi alasannya bercita-cita menjadi hakim karena ada sosok yang diidolakan, Gutiarso menjawab tidak. Ia tidak memiliki saudara atau kerabat yang berprofesi sebagai hakim yang dapat dijadikannya sosok untuk menginspirasinya menjadi hakim saat itu.

“Cuma karena kalau di pewayangan saya ngelihat bapak itu kan ada namanya Krisna, dewa keadilan. Lalu ada juga Arjuna. Ini dari satria yang menegakkan keadilan. Dari situ saya kepikiran saja pengen menjadi hakim,” lanjut lulusan program sarjana FH Universitas Negeri Jember ini.

Nama kedua tokoh itu pun kini disematkan kepada nama kedua putra Gutiarso. Putra pertamanya diberi nama Krishna Gumelar, mahasiswa semester 5 (lima) FH UB. Dan putra keduanya dinamakan Arjun Gondo Wardoyo.

Untuk diketahui, selain pendidikan formal, Gutiarso juga membekali Arjun dengan memasukkannya ke sekolah dalang saat melihat potensi dan ketertarikan Arjun terhadap wayang sejak TK. Mulai umur 6 tahun hingga sekarang usia Arjun 9 tahun, Arjun sudah ikut tampil bersama sang ayah dalam setiap pertunjukan wayang.
Tags: