Kepada hukumonline, Fikri mengatakan tak menyangka akan meraih penghargaan itu kembali. Tahun lalu, ia menerima penghargaan serupa. Informasi tentang keberhasilan itu justru diperoleh dari rekan-rekan kantornya. Pada malam penganugerahan Indonesia Law Award 2015 lalu, Fikri sedang mengikuti New York Marathon. Penyerahan piala dan sambutan singkat Fikri diwakili partnernya di AHP, Ibrahim Sjarief Assegaf.
Bagi Fikri, penghargaan itu tak lebih dari sebuah pengakuan yang mendatangkan rasa syukur dan bahagia. Ia mengatakan bahwa penghargaan itu tak sepenuhnya menjadi kebanggaan pribadi. Sebab, orang yang mengukur keberhasilan suatu law firm adalah pengakuan pihak luar. Terlebih lagi, ia merasa pencapaian prestasi sebagai Managing Partner of The Year tak lepas dari peran rekan-rekan dalam tim AHP.
“Jadi managing partner AHP tidak susah. Dasar-dasarnya sudah diletakkan oleh Chandra Hamzah yang menjadi managing partner dalam enam tahun pertama AHP berdiri. Selanjutnya banyak aspek pekerjaan didukung oleh partner yang hebat dan executive director yang menjalankan perannya dengan sangat baik,” kata Fikri kepada hukumonline, Sabtu (14/11).
Selain penghargaan bagi Fikri sebagai managing partner, AHP pun memboyong dua piala lainnya dalam ajang ILA 2015. Dalam kategori Dispute Resolution Law Firm of The Year, AHP berbagi kemenangan dengan Hadiputranto, Hadinoto & Partners. AHP juga berhasil meraih penghargaan sebagai Deal Firm of The Year.
Dengan kerendahan hati, Fikri mengungkapkan bahwa kemenangan law firmnya itu bukanlah prestasi puncak. Ia meyakinkan, perjalanan AHP masih panjang dan menurutnya perjalanan itu tak akan menemui titik puncak. Fikri berharap, AHP tak akan pernah menuju titik akhir. “Kalau puncak kan, perjalanan selanjutnya turun. Kita harapannya terus tumbuh menjadi lebih baik dan semakin baik lagi,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia saat ini membutuhkan lebih banyak law firm yang besar secara ukuran. Mereka dibutuhkan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan skala ekonomi. Law firm besar dibutuhkan karena menyangkut investasi yang tak bisa dilakukan oleh law firm-law firm kecil, seperti sokongan sumber daya manusia dan peralatan kerja. Dengan pertumbuhan pendapatan dan pertambahan sumber daya manusia rata-rata 30% per tahun, Fikri berharap AHP bisa terus tumbuh sebagai law firm besar yang berpengaruh di Indonesia.
Keinginan itu, disadari Fikri, bukan tanpa tantangan. Misalnya, tantangan mendapatkan sumber daya yang handal dan mumpuni. “Bagi saya yang paling menantang adalah rekrutmen,” tandas laki-laki lulusan Cornell Law School ini.
Proses rekrutmen sangat mempengaruhi masa depan sebuah law firm. Fikri percaya siapapun orang yang dipercaya untuk bergabung menjadi tim AHP suatu saat akan memimpin law firm itu. Saat ini misalnya, menurut Fikri, partner yang duduk bersamanya menjalankan AHP adalah fresh graduate yang dulu ia rekrut.
Tantangan lain adalah pengelolaan waktu kerja. Bukan rahasia lagi bahwa konsultan hukum perusahaan identik dengan jam kerja yang panjang. Fikri pun mengakui, dinamika sebagai corporate lawyer terkait erat dengan alur waktu yang sangat ketat. Menurutnya, hal ini lantaran klien memiliki ekspektasi tinggi atas kemampuan para konsultan hukum.
Pada akhirnya kebiasaannya untuk berolahraga pun membuat Fikri menemukan formula jitu untuk menghindari terlalu sering pulang malam. Caranya, dengan bangun lebih pagi dan memulai bekerja lebih awal. Dengan demikian ia pun bisa pulang sebelum larut malam.