Hakim Anggap Permohonan Ini Punya Nilai Moral Tinggi
Berita

Hakim Anggap Permohonan Ini Punya Nilai Moral Tinggi

Pemohon prinsipal akan dihadirkan ke sidang untuk memberi keterangan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Hakim Anggap Permohonan Ini Punya Nilai Moral Tinggi
Hukumonline
Terpidana kasus ‘mucikari’ artis, Robby Abbas, telah mengajukan permohonan uji materiil Pasal 296 dan 506 KUHP terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Ia mempersoalkan konstitusionalitas kedua pasal itu karena tidak bisa menjerat pelaku penyedia jasa seks dan pihak yang menikmati pelayanan itu. Robby salah seorang yang dicap sebagai mucikari dan dihukum pengadilan, sedangkan orang yang menyediakan jasa seks dan yang menikmati tak terjerat hukum.

Di persidangan, hakim konstitusi Patrialis Akbar menganggap permohonan ini punya nilai moral yang sangat tinggi. Sebab, permohonan ini bisa mengubah moral bangsa ke arah yang lebih positif. “Permohonan ini memperjuangkan hal yang luar biasa untuk kepentingan moral yang lebih besar. Jarang sekali ada orang yang memikirkan masalah seperti ini,” kata Patrialis, ketua majelis panel.

Dalam sidang lanjutan, Selasa (24/11), kuasa hukum Robby Abbas meminta izin kepada majelis untuk menghadirkan langsung Robby selaku pemohon prinsipal. Kuasa hukum berharap keterangan Robby bisa memperjelas kerugian konstitusional yang dialami pemohon. “Kami mohon izin kepada yang mulia agar klien kami (Robby) bisa dihadirkan dalam sidang ini (berikutnya),” pinta kuasa hukum Robby, Peter Ell.

Peter mengatakan keterangan Robby dalam sidang uji materi ini sangat diperlukan. Mengingat, Robby orang yang langsung mengalami kerugian atas berlakunya pasal 296 dan 506 KUHP. Sebab, kedua pasal itu hanya mempidanakan orang yang mencarikan jasa prostitusi (mucikari). “Kiranya Yang Mulia mengizinkan klien kami untuk dapat memberikan keterangan di sini,” pintanya.

Permintaan Peter itu langsung direspons Ketua Majelis Panel, Patrialis Akbar. Patrialis mengatakan MK sangat terbuka bagi siapapun untuk memberi keterangan dalam persidangan. Namun, sebelumnya mengabulkan permintaan tersebut, pihaknya akan memutuskan kelanjutan sidang permohonan ini dalam dulu rapat permusyawaratan hakim (RPH). “Kami akan diskusikan dalam RPH karena saya tidak mungkin mendahului keputusan RPH,” jawab Patrialis.

Meski begitu, Patrialis tidak bisa memutuskan kelanjutan permohonan ini sendirian. Bagaimana kelanjutan sidang dan keputusan permohonan ini akan diputuskan oleh sembilan hakim konstitusi.

Robby divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 27 Oktober lalu. Ia dinilai terbukti melakukan tindak pidana permucikarian sebagaimana disebut dalam Pasal 296 KUHP. Pasal ini menyebutkan, “Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.” Sedangkan Pasal 506 KUHP menyebut, “Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Pemohon menilai ada kekosongan dan ketidakpastian hukum dalam Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP itu. Sebab, sanksi bagi pengguna jasa prostitusi hanya diatur melalui Peraturan Daerah. Seperti, Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 dan Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005. Perda tersebut menyebutkan perbuatan hubungan seksual di luar pernikahan untuk mendapatkan imbalan jasa adalah perbuatan melanggar hukum.

Karena itu, pemohon meminta Pasal 296 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Barangsiapa dengan sengaja melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa, atau menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda berdasarkan kepatutan.”

“Pasal 506 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘Barangsiapa melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa atau menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun’,” urai pemohon dalam petitum permohonan.
Tags: