Komisi III Nilai Pansel Capim KPK Tabrak UU
Berita

Komisi III Nilai Pansel Capim KPK Tabrak UU

Mulai dari menafsirkan UU, meniadakan unsuk kejaksaan hingga mengabaikan syarat lamanya pengalaman calon.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Desakan dari kalangan LSM terkait proses seleksi Capim KPK. Foto: RES
Desakan dari kalangan LSM terkait proses seleksi Capim KPK. Foto: RES
Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPR dengan Tim Pantia Seleksi (Pansel) Capim KPK berlangsung beberapa hari. Sejumlah perdebatan panjang antara kedua belah pihak terkait dengan proses seleksi hingga persyaratan calon. Setidaknya, Komisi III menilai Tim Pansel telah menabrak UU. Misalnya, meniadakan unsur kejaksaan dalam formasi komisioner KPK dalam UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.

“Kami dalam kondisi dilematis ini. Pansel ini menabrak semua, menabrak undang-undang.  Kami ingin mengetahui sebuah proses yang melanggar semua syarat-syarat formil dan materil, apakah hasilnya absah atau tidak? Saya rasa tidak,” ujar anggota Komisi III Taufikulhadi di Gedung DPR, Rabu (25/11).

Dikatakan Taufiqulhadi, Pansel telah memperpanjang batas waktu seleksi tanpa memberikan laporan ke presiden. Berbagai indikasi dugaan pelanggaran itulah yang menyebabkan jadwal uji kelayakan dan kepatutan masih menggambang hingga kini. Menurutnya kepastian kelanjutan uji kelayakan dan kepatutan bergantung pada sikap masing-masing fraksi.

“Semua peraturan UU yang jadi syarat formal dan materil itu ditabrak semuanya. Contohnya mereka meniadakan unsur pemerintahan. KPK itu kan lembaga di bawah penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,” ujarnya.

Tak hanya itu, syarat Capim KPK selain berlatar belakang sarjana hukum juga memiliki pengalaman panjang. Sayangnya masih terdapat Capim yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Taufiqulhadi menilai proses tersebut sudah cacat. Ia khawatir terdapat konsekuensi hukum ketika ada pihak yang mempersoalkan proses tersebut di kemudian hari. Dampaknya, KPK tak dapat berjalan maksimal. 

“Ini problematika kami di Komisi III. Kalau saya personal lebih tetap dilanjutkan fit and propertest,” ujar politisi Nasdem itu.

Erma Suryani Ranik punya pandangan senada. Anggota Komisi III dari Fraksi  Demokrat itu berpandangan dalam UU KPK tidak menyebutkan adanya pembidangan terhadap Capim KPK. Nah sedangkan dalam Surat Presiden (Surpres) yang diterima Komisi III justru menyebutkan adanya pembidangan.

Menurutnya dalam UU KPK menyebutan Capim KPK mesti memiliki pengalaman selama 15 tahun. Ia berpandangan syarat lamanya pengalaman merupakan bahasa UU yang mesti dimaknai secara absolut. Atas dasar itulah, Erma berpendapat banyak terdapat aturan dalam UU KPK yang ditabrak. “Kalau dari beberapa syarat  UU, banyak mereka yang tidak murni,” imbuhnya.

Anggota Komisi III Masinton Pasaribu mengatakan ketiadaan unsur kejaksaan  menjadi catatan komisinya terhadap Pansel. Selain itu, setidaknya terdapat 4 calon dinilai belum memenuhi ketentuan aturan pengalaman selama 15 tahun. Hal lainnya, kata Masinton, dalam proses seleksi setidaknya terdapat konflik kepentingan. Pasalnya salah satu Capim menjad narasumber  dalam kegiatan yang digelar Pansel.

“Kemudian adanya pembidangan, dan masa perpanjangan pendaftaran. Jadi kami temukan cara kerja Pansel yang langgar UU KPK. Kemudian Pansel membuat panafsiran terhadap UU. Jadi kami kritisi itu, padahal Pansel bekerja dasarnya UU KPK, dia tidak boleh melampaui dan menafsirkan UU,” katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengatakan publik mengharapkan pimpinan KPK yang memiliki kemampuan dan kapasitas yang mumpuni. Selain itu sudah tidak terlampau tergoda dengan keinginan politik. Sayangnya, Capim hasil seleksi Pansel dinilai Masinton banyak yang tidak memenuhi persyaratan.

“Publik harap nilai capim kpk ini 9, tapi yang disajikan pansel ini nilainya 5. Seandainya ini dipilih jadi pimpinan kpk, suatu saat digugat masyarakat, semua produk lembaga penegakan hukum KPK itu akan batal demi hukum. Siapa yang senang? Koruptor,” ujarnya.

Dikatakan Masinton, jika keputusan rapat pleno komisi tidak meneruskan uji kelayakan dan kepatutan, pemerintah masih memiliki tiga pelaksana tugas pimpinan KPK. Nah memenuhi menjadi lima komisioner, pemerintah pun dapat menerbitkan Perppu.

“Yang mau kita gali dari Pansel adalah proses seleksi apakah memenuhi UU, harapan masyarakat. Ternyata tidak memenuhi syarat formil dan materil yang diatur UU,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait