Kota Peduli HAM Sesuai Rencana Aksi Pemerintah
Berita

Kota Peduli HAM Sesuai Rencana Aksi Pemerintah

Kota Peduli HAM penting dalam rangka mewujudkan perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Kota Peduli HAM Sesuai Rencana Aksi Pemerintah
Hukumonline
Pemerintah memandang penting dibentuknya Kota Peduli HAM. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, mengatakan perlu paradigma baru bagi aparatur pemerintah dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan itu harus diartikan sebagai bagian dari pemenuhan HAM terhadap masyarakat. Arahannya tertuang dalam Perpres No. 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Tahun 2015-2019.

Selain sebagai acuan, Yasonna mengatakan peraturan itu juga mendorong seluruh instansi pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan  dan pemajuan HAM di Indonesia. RANHAM itu dijelaskan lebih teknis dlewat Inpres No.10 Tahun 2015 tentang Aksi HAM 2015. Pelaksanaannya dipantau oleh Sekretaiat Bersama RANHAM, terdiri dari Kemenkumham, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Untuk memantapkan implementasi RANHAM dan Aksi HAM Mendagri telah menerbitkan surat edaran yang intinya memerintahkan kepada pemerintah daerah membuat dan melaksanakan Aksi HAM. Menurutnya itu memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk menyusun agenda HAM di tingkat daerah, termasuk membentuk Kota Peduli HAM. Kriteria Kota Peduli HAM juga sudah diatur dalam PermenkumHAM No.25 Tahun 2013.

“Kita perlu dorong pembentukan Kota Peduli HAM. Dengan itu diharapkan perlindungan, pemenuhan dan penguatan HAM dapat terlaksana,” kata Yasonna di Jakarta, Rabu (25/11).

Yasonna juga telah menginstruksikan seluruh kantor wilayah Kementerian Hukum dan HAM di seluruh daerah untuk mendukung terlaksananya Aksi HAM di daerah masing-masing. Dukungan itu perlu dilakukan karena pemerintah daerah punya tugas yang cukup berat sebagai bentuk tanggungjawab negara dalam pemenuhan HAM.

Senada, Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, menekankan harus dilakukan percepatan Aksi HAM yang terukur. Misalnya, terkait hak-hak penyandang disabilitas pendekatan yang dilakukan harus diubah dari pelayanan dan rehabilitasi menjadi pemenuhan HAM. Penyandang disabilitas harus mendapat akses yang sama dengan  warga negara pada umumnya. Pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur pendukungnya seperi moda transportasi publik oleh Kementerian Perhubungan, dan jalan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Indonesia.

Khofifah mencatat jumlah penyandang disabilitas di Indonesia jumlahnya sangat besar, mencapai 2,8 juta orang. Bahkan setiap bulan jumlah penyandang disabilitas bertambah. Misalnya, orang yang jadi korban minuman berakhohol oplosan yang mengakibatkan cacat permanen pada tulang disekitar bola mata. Untuk itu kerangka Aksi HAM harus diubah dari pendekatan yang sifatnya pelayanan dan rehabilitasi menjadi human right based approach.

Terkait data kependudukan, masih ada warga negara Indonesia yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) sehingga mereka tidak bisa mengakses kebijakan perlindungan sosial yang digulirkan pemerintah. Ketika penduduk yang tidak punya NIK itu menikah maka mereka tidak bisa punya Kartu Keluarga (KK). Padahal KK jadi salah satu syarat diterbitkannya Akta Kelahiran bagi anak. “Akta kelahiran itu hak dasar anak, kita harus berupaya maksimal penuhi itu,” tegas Khofifah.

Bagi Khofifah beberapa persoalan itu harus jadi perhatian dalam pembentukan Kota Peduli HAM. Menurutnya pemerintah bisa membuat format data kependudukan yang memudahkan warga negara untuk memiliki NIK dan Akta Kependudukan. Misalnya, untuk suku anak dalam, mereka bisa mendapat NIK yang prosesnya tidak mengganggu kebudayaan mereka. Dengan mengantongi NIK maka mereka bisa mendapat perlindungan sosial. Untuk membenahi hal itu Khofifah mengaku telah berkomunikasi dengan berbagai pihak salah satunya Mendagri.

Yasonna berpendapat akta kelahiran itu seolah terlihat sederhana, tak lebih dari secarik kertas, namun impikasinya sangat besar karena menyangkut hak warga negara seperti akses untuk pendidikan di sekolah negeri dan perlindungan sosial. Oleh karenanya upaya pemenuhan hak asasi anak khususnya terhadap akta kelahiran harus didukung penuh.

Komisioner Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, mengatakan dengan Kota Peduli HAM, tugas-tugas pemerintah pusat bisa ditransformasi menjadi inisiatif pemerintah daerah. Misalnya, Kementerian Sosial punya program penanganan PMKS. Dengan dibentuknya Kota Peduli HAM, Pemda bisa berinisiatif melakukan program itu dengan melibatkan masyarakat. Pemerintah pusat hanya memberikan bantuan dan dukungan terhadap inisiatif yang dilakukan pemerintah daerah.

Nurkhoiron mengatakan Kota Peduli HAM saat ini jadi tren global karena kecenderungan di berbagai negara selama ini instrumen HAM internasional biasanya diratifikasi di tingkat nasional. Padahal, pemerintah lokal punya peran sangat penting untuk mewujudkan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap HAM.

Dorongan Menkumham dan Mensos untuk membentuk Kota Peduli HAM menurut Nurkhoiron sangat baik. Sejalan itu Komnas HAM berfungsi sebagai konsultan bagi para kepala daerah yang mau membangun Kota Peduli HAM. Kota Wonosobo, contohnya, telah selesai membuat draft Peraturan Daerah tentang HAM, walikota Palu menerbitkan peraturan yang intinya memberikan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM berat.

Direktur Eksekutif Elsam, Indriaswari Saptaningrum, mengatakan strategi yang bisa digunakan untuk mendorong pemerintah daerah untuk mewujudkan kota peduli dapat dimulai dengan mendeklarasikan Kota Peduli HAM. Kemudian, mengadopsi instrumen/peraturan terkait HAM dalam kerangka umum setiap kebijakan yang diterbitkan di daerah. “Pemerintah kota Palu memulai pembentukan Kota Peduli HAM dengan menerbitkan Peraturan Walikota yang memberi pengakuan dan rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM berat masa lalu,” urainya.

Indri berpendapat kota peduli atau ramah HAM di Indonesia bukan hal baru karena selama ini ada beberapa daerah yang menerapkan prinsip HAM dalam kebijakannya. Penting untuk dilakukan sekarang bagaimana daerah-daerah itu bisa jadi contoh wilayah lain untuk membentuk Kota Peduli HAM.

Tantangan membentuk Kota Peduli HAM menurut Indri diantaranya terkait dengan kemauan politik, perencanaan, kapasitas aparatur dan masyarakat sipil. Kemudian koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah mutlak diperlukan. Misalnya, Walikota Palu berinisiatif menerbitkan peraturan untuk merehabilitasi korban pelanggaran HAM berat masa lalu, tapi pelaksanaannya minim bantuan dan dukungan pemerintah pusat.
Tags: