Penerapan Asia Region Funds Passport Dikhawatirkan Terkendala di ASEAN
Berita

Penerapan Asia Region Funds Passport Dikhawatirkan Terkendala di ASEAN

Perbedaan mata uang, sistem regulasi dan struktur pajak dikhawatirkan akan menghambat penerapan ARFP

Oleh:
RED/Robert Sidauruk (HOLE)
Bacaan 2 Menit
ASEAN Regulatory Summit 2015. Foto: Robert (HOLE)
ASEAN Regulatory Summit 2015. Foto: Robert (HOLE)
Dua tahun silam, pertemuan para menteri keuangan negara anggota Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Nusa Dua, Bali menelurkan sebuah gagasan tentang skema reksadana lintas batas teritorial negara yang diberi nama Asia Region Funds Passport (ARFP) yang ditargetkan akan berlaku di awal tahun 2016.

Penggagas ide ini adalah Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Singapura. Usai pertemuan Nusa Dua, keempat negara tersebut membentuk kelompok kerja untuk membahas persiapan-persiapan menuju berlakunya ARFP yang rencananya akan dituangkan dalam Multilateral Memorandum of Understanding.

Dipandang sebagai pasar global yang tengah berkembang pesat, Associaton of Southeast Asia Nation (ASEAN) disarankan oleh Direktur dan Head of Market Advocacy for Deutsche Bank, Boon-Hiong Chan mengembangkan peluang investasi lintas negara dengan cara memfasilitasi perputaran dana antar anggotanya. Dalam rangka itu, Boon-Hiong mendorong ASEAN terlibat dalam proses pembentukan ARFP.

Dengan ARFP, menurut Chan, kalangan investor dari negara anggota ASEAN dapat beroperasi di negaranya sendiri sekaligus menawarkan dana ke negara anggota lainnya melalui proses otorisasi. Dalam jangka panjang, investor Asia juga dapat merambah pasar Eropa yang didasarkan pada perjanjian pengakuan timbal balik (Asian/European mutual-recognition agreement).

Chan mengatakan semakin banyak negara yang terlibat dalam ARFP, maka semakin memperluas jangkauan pasar. Dia meyakini perkembangan pasar ASEAN seiring dengan menguatnya masyarakat kelas menengah serta penerapan ARFP akan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif.

“Meningkatnya daya beli dan perilaku pasar masyarakat kelas menengah di kawasan ASEAN merupakan faktor krusial untuk penguatan pasar,” ujar Chan dalam acara ASEAN Regulatory Summit di Singapura, Kamis (24/11).

Dalam acara yang sama, Chris Leahy, Pendiri Firma Konsultan Blackpeak Group, mengakui ARFP merupakan gagasan yang menarik. Namun, dia ragu ARFP akan membawa perubahan banyak karena tergantung pada kondisi terkini dari masing-masing negara. Leahy menyebut beberapa faktor seperti perbedaan mata uang, sistem regulasi dan struktur pajak yang akan menghambat penerapan ARFP.

“Ketidakjelasan struktur pajak serta aturan tentang pemotongan pajak dan ketidakseragaman mata uang, tentunya akan menghambat penerapan ARFP,” tegas Leahy.

Faktor penghambat lainnya adalah kelayakan pasar ASEAN. Leahy berpendapat, pasar ASEAN tidak akan mencukupi untuk skema perpindahan dana seperti ARFP. Perkembangan pasar modal di beberapa negara anggota ASEAN juga cenderung lamban.

Walaupun terkesan pesimis, Leahy yakin perubahan positif terkait skema pendanaan di ASEAN akan terjadi. Namun, menurut Leahy, skema yang tepat adalah Mutual Recognition Agreement (MRA), bukan ARFP.
Tags: