Pakar HTN: Segera Bentuk Angket Freeport
Utama

Pakar HTN: Segera Bentuk Angket Freeport

Untuk membongkar pelanggaran HAM berat atas kedaulatan negara atau konstitusi, dan seluruh ‘penunggang gelap’ berkepentingan dalam kontrak karya.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin. Foto: sidinconstitution.co.id
Pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin. Foto: sidinconstitution.co.id
Kasus dugaan pencatutan permintaan saham ke PT Freeport Indonesia jelang perpanjangan kontrak karya cukup menyita perhatian publik. Bahkan, isu Freeport masuk ke ranah politik. Padahal, perhatian publik mestinya masuk dalam tahap dugaan pelanggaran berat atas kedaulatan negara atau konstitusi. Hal ini disampaikan pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin, dalam siaran pers, Senin (30/11).

“Oleh karenanya, isu Freeport ini segera diselamatkan melalui agenda konstitusional penggunaan hak angket DPR karena hal ini menyangkut keluhuran dan kehormatan perwakilan rakyat DPR serta masa depan daulat konstitusi kita,” ujarnya.

Masuknya perusahaan tambang sejak era orde baru dengan menggunakan rezim kontrak karya antara perusahaan dengan negara merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap konstitusi. Soalnya, menyangkut dengan negara dalam kaitannya penguasaan bumi serta kekayaan alamnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945.

Dikatakan Irman, konstitusi mengharamkan perusahaan tambang duduk sejajar dengan negara. Oleh sebab itu, revisi kebijakan nasional perlu segera dilakukan dari rezim kontrak menjadi rezim perizinan sebagaimana tertuang dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara (Minerba).

Kendati demikian, Irman mengakui UU Minerba belum menerapkan standar optimal penguasaan oleh negara sesuai konstitusi. Namun pastinya, negara masih menghargai kontrak karya yang ada sebelum terbitnya UU Minerba. Menurut Irman, pada akhirnya kontrak karya disesuaikan satu tahun sejak UU Minerba diberlakukan, kecuali penerimaan negara.

“Bisa diartikan bahwa renegoisasi perpanjangan kontrak dan tahun 2010, semua substansi kontrak karya yang menjadikan dasar keberlanjutan pengusahaan tersebut harus mendapatkan izin usaha dari Negara,” ujar pendiri Sidin Constitution Law Office itu.

Anggota Komisi V  Ridwan Bae berpandangan, dalam rangka membongkar skandal dugaan pencatutan nama presiden atas permintaah saham Freeport perlu dibentuk Pansus. Langkah itu penting dalam rangka mengedepankan sisi objektifitas. Menurutnya, jika terjadi pelanggaran maka dapat diboyong ke ranah hukum.

“Produknya (Pansus) itu ditindaklanjuti oleh penegak hukum, bukan lagi dewan, pansus itu yang terobjektif dilakukan,” ujarnya.

Dikatakan Ridwan, Freeport bertengger di tanah Nusantara menjadi biang persoalan. Menurutnya, dengan membentuk Pansus bakal terlihat gamblang semua persoalan yang terkait dengan Freeport. Menurutnya persoalan Freeport menyangkut berbagai sendi yang perlu dikupas secara menyeluruh. “Itu akan jauh lebih membuka semua,” imbuhnya.

Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu memastikan dengan membentuk Pansus Freeport, tak saja membuka tabir kasus yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto, namun juga persoalan pembagian keuntungan penambangan emas di tanah Papua.

Politisi Partai Golkar itu berharap adanya rekomendasi untuk membentuk Pansus agar semua ‘pemain’ dalam skandal Freeport dapat terbongkar seluruhnya. Kasus yang menjerat Setya Novanto hanya bagian kecil yang mesti dibuktikan. Padahal masih banyak ‘penunggang gelap’ berkepentingan dalam kontrak karya Freeport dengan negara.

“Kita (ingin, red) membentuk Pansus ini menangkap apa yang menjadi keinginan rakyat Indonesia. Diperlukan keterbukaan, jangan ada yang tersembunyi, jangan cuma satu-satu. Artinya, semua ya dicurigai di dalamnya oleh rakyat, maka semuanya akan terbuka dalam Pansus. Jadi itu akan jauh lebih fair,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait