MK Tegaskan Penghinaan Pejabat Delik Aduan
Utama

MK Tegaskan Penghinaan Pejabat Delik Aduan

Pengujian konstitusionalitas bagian kalimat ‘kecuali berdasarkan Pasal 316’ dalam Pasal 319 KUHP yang dimohonkan oleh para Pemohon beralasan menurut hukum.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Dua aktivis Agus Slamet dan Komar Raenudin yang didakwa menghina Walikota Tegal nampaknya bisa sedikit lega. Uji materi Pasal 319 KUHP yang mereka ajukan dikabulkan MK. Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 319 KUHP yang mengatur penghinaan pejabat harus dimaknai sebagai delik aduan. Artinya, penuntutan atas delik penghinaan pejabat atau pegawai negeri hanya dilakukan atas dasar pengaduan dari pejabat atau pegawai negeri yang bersangkutan.

"Menyatakan Pasal 319 KUHP sepanjang frasa ’kecuali berdasarkan Pasal 316’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” demikian bunyi amar putusan MK bernomor 31/PUU-XIII/2015 yang dibacakan, Kamis (10/12) kemarin di gedung MK.

Lewat kuasa hukum, dua terdakwa penghinaan Walikota Tegal yakni Agus Slamet dan Komar Raenudin mempersoalkan Pasal 319 KUHP. Mereka menganggap aturan penghinaan pejabat itu adalah delik aduan. Pasal 319 KUHP berbunyi "Penghinaan yang diancam dengan pidana menurut bab ini, tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari orang yang terkena kejahatan itu, kecuali berdasarkan Pasal 316." Sedangkan pasal 316 KUHP mengatur ancaman pidana penghinaan kepada seorang pejabat.

Pemohon menilai Pasal 319 KUHP khususnya frasa "kecuali berdasarkan Pasal 316" sudah tidak relevan lagi kalau dipandang sama dengan delik penghinaan presiden dan wakil presiden. Terlebih, dalam putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006, MK menyatakan pemberlakuan Pasal 207 KUHP, penuntutan hanya dilakukan atas dasar pengaduan dari penguasa.

Menurutnya, Pasal 319 KUHP khususnya frasa "kecuali berdasarkan Pasal 316" memberi perlakuan berbeda antara jabatan presiden dan wakil presiden dengan jabatan kepala daerah atau jabatan lain di bawah presiden. Pemohon meminta MK menghapus frasa "kecuali berdasarkan Pasal 316" dalam Pasal 319 KUHP karena bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat pelaporan delik penghinaan dalam Pasal 319 juncto Pasal 316 KUHP tidak lepas dari kehendak negara yang ingin memberi “kemudahan” perlindungan bagi pejabat/pegawai negara atau kepada individu yang saat dihina sedang menjabat sebagai aparat pemerintah. Mahkamah memahami alasan pegawai negeri dan pejabat negara yang dihina harus selalu melakukan pengaduan dan atau pelaporan sendiri kepada aparat kepolisian, dikhawatirkan akan mengurangi efektivitas mereka dalam bekerja. Apalagi secara probabilitas besarnya jumlah penghinaan kepada pegawai negeri dan pejabat negara berbanding lurus dengan strategisnya jabatan atau tugas mereka dalam bidang pelayanan publik.

Namun, bagi Mahkamah potensi ‘kemudahan’ tersebut berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar dibandingkan jika dirumuskan sebagai delik aduan. Apalagi, teknologi telah memudahkan pegawai negeri atau pejabat negara untuk mengadukan penghinaan yang dialaminya yang menghilangkan relevansi argumentasi bahwa korban penghinaan sulit mengadu atau melaporkan sendiri.

Mahkamah menganggap tidak relevan lagi membedakan pengaturan penghinaan kepada anggota masyarakat secara umum sebagai delik aduan termasuk ancaman pidananya. Sedangkan, penghinaan kepada pegawai negeri atau pejabat negara sebagai bukan delik aduan. Pembedaan ini tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia untuk mencapai kedudukan manusia yang sederajat dan berkeadilan seperti tertuang dalam UUD 1945.

“Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat pengujian konstitusionalitas bagian kalimat ‘kecuali berdasarkan Pasal 316’ dalam Pasal 319 KUHP yang dimohonkan oleh para Pemohon beralasan menurut hukum,” simpulnya.

Untuk diketahui, Agus Slamet dan Komar Raenudin ditangkap pada Oktober 2014 lalu lantaran menghina Walikota Tegal lewat situs Facebook. Penangkapan dilakukan oleh petugas dari Polda Jawa Tengah setelah ada pengaduan dari masyarakat. Keduanya, diadili di Pengadilan Negeri (PN) Tegal yang didakwa dengan Pasal 319 KUHP.
Tags:

Berita Terkait