Nilai Ganti Rugi dalam KUHAP Naik Seratus Kali Lipat
Utama

Nilai Ganti Rugi dalam KUHAP Naik Seratus Kali Lipat

Perubahan kebijakan ini diapresiasi. Tetapi perubahan mental dan profesionalitas aparat penegak hukum tetap perlu.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Setelah mendengar masukan dari sejumlah pemangku kepentingan, pemerintah akhirnya melakukan revisi kedua atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Perubahan itu dituangkan dalam PP No. 92 Tahun 2015. Salah satu poin penting perubahan itu adalah kenaikan nilai ganti kerugian yang dapat diajukan dalam hal terjadi pelanggaran atas prosedur KUHAP.

Pada saat berlakunya PP No. 27 Tahun 1983 nilai kerugian yang bisa dituntut atas pelanggaran Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling rendah lima ribu rupiah  dan paling tinggi satu juta rupiah. Berdasarkan beleid terbaru, nilai ganti kerugian untuk pelanggaran yang sama adalah Rp500.000 hingga Rp100 juta.

Pasal 77 huruf b KUHAP mengatur penghentian perkara pada tahap penyidikan atau penuntutan. Sedangkan Pasal 95 KUHAP mengatur tentang penangkapan, penahanan, penuntutan, dan pengadilan atau tindakan lain yang merugikan seseorang. Ganti kerugian bisa dituntut jika aparat penegak hukum terbukti salah tangkap.

Berdasarkan PP No. 92 Tahun 2015, nilai ganti kerugian bisa naik lagi dalam rentang nilai Rp25 juta hingga Rp300 juta jika tindakan aparat penegak hukum dimaksud mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan. Bahkan bisa naik lagi hingga rentang nilai Rp50 juta hingga Rp600 juta jika perbuatan menangkap, menahan, menuntut, dan mengadili berakibat pada matinya seseorang.

Dalam konsiderans PP terbaru ini disebutkan bahwa ketentuan mengenai ganti rugi dalam peraturan lama ‘sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dilakukan penyesuaian besaran jumlah besaran ganti kerugian’.

Melalui PP No. 92 Tahun 2015, Pemerintah juga menata jangka waktu pembayaran ganti kerugian. Dulu, prosesnya sangat bergantung pada Menteri Keuangan. Kini, Pasal 11 PP terbaru ini menyebutkan pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh Menteri Keuangan dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti kerugian diterima oleh Menteri. PP ini mengamanatkan Menteri Keuangan membuat beleid yang lebih teknis untuk mengatur tata cara pembayaran ganti kerugian.

Perubahan kebijakan ini mendapat apresiasi dari LBH Mawar Saron. “Ini adalah langkah maju dalam penegakan hukum yang lebih adil,” demikian pernyataan resmi LBH Mawar Saron yang diterima hukumonline.

Bagi LBH Mawar Saron, perubahan kebijakan ini mendorong aparat penegak hukum agar lebih profesional dan berhati-hati dalam melakukan penyidikan dan menahan seseorang. LBH Mawar Saron selama ini beberapa kali mengadvokasi dugaan salah tangkap oleh aparat kepolisian. Perubahan kebijakan ini juga membawa implikasi lain yakni sikap professional aparat di lapangan. “LBH Mawar Saron juga menuntut agar sejalan dengan revisi PP ganti kerugian ini, mental dan profesionalitas para penegak hukum juga harus ‘direvolusi’ dan diperbaiki”.
Tags:

Berita Terkait