Presiden Disarankan Keluarkan Perppu Terkait Pasal 158 UU Pilkada
Berita

Presiden Disarankan Keluarkan Perppu Terkait Pasal 158 UU Pilkada

DPR diharap merevisi UU Pilkada.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Foto: HAG
Foto: HAG
Presiden Joko Widodo diharap mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) mengenai adanya pembatasan pengajuan sengketa pilkada yang tercantum di Pasal 158 UU tentang Pilkada. Hal ini dikarenakan Pasal 158 UU Pilkada telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). 

“Pembatasan yang terdapat dalam Pasal 158 itu melanggar HAM. Presiden harus mengeluarkan Perppu. Jika Presiden tidak  bertindak, kacau Republik ini. Negara ini tidak semua hukum positif. Ada kebijakan di negara, kita masih punya Presiden yang kita pilih. Presiden jangan bersembunyi dan percaya kepada anak buah yang mengatakan permasalahan ini sudah clear,” jelas pengamat kebijakan publik dan hukum, Jack Yanda Zaihifni Ishak, di Jakarta,Senin (4/1).

Jack mengatakan, bila Presiden tidak mengeluarkan Perppu mengenai Pasal 158 UU Pilkada maka pemerintahan Jokowi lebih parah dari pemerintahan SBY. Hal tersebut dikarenakan presiden telah membiarkan sesuatu yang tidak benar. 

“Presiden harus bersikap karena dia merupakan pemimpin negara. Kebijakan presiden bisa menjadi jalan keluar. Contohnya kalau masyarakat sudah melihat bahwa kita tidak ada harapkan, presiden harus tawarkan jalan masuk akal. Kita minta dia (red- Presiden) putuskan Perpu. Presiden harus punya sense of crisis. Apapun yang dia buat sangat diharapkan oleh masyarakat. Cukup membuat Perppu,” ujarnya.

Sejalan dengan Jack, praktisi hukum Andi Syafrani mengatakan bahwa pembatasan jumlah suara untuk mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara di MK adalah masalah nasional yang serius. Menurutnya, publik harus mendorong Presiden untuk melihat ini sebagai masalah nasional karena ini menyangkut penegakan demokrasi dan konstitusi.

“Jangan sampai rusak karena urusan sepele seperti ini yang kemudian kita dipandang  gagal, karena kita membiarkan kecurangan. Maka Presiden perlu untuk mengeluarkan Perppu,” kata Andi.

Selain itu, Andi mengimbau masyarakat mendesak MK untuk mempertimbangakan posisi sebagai Mahkamah Kontitusi bukan mahkamah kalkulator. Dia mnegingatkan bahwa MK pernah menyatakan bahwa hasil Pilkada bukan hanya hasil angka, tetapi hasil yang diambil dari proses yang benar dan sesuai konstitusi.

“Harapan kita satu-satunya hanya kepada MK, karena putusannya setingkat dengan undang-undang, final dan binding. Adalah sebuah kenaifan ketika tidak berani menabrak undang-undang malah justru menafsirkan yang lebih sempit dari undang-undang. Kita juga mendesak segera kepada para pembuat undang-undang untuk melakukan revisi dan perbaikan total berdasarkan evaluasi yang telah terjadi seperti ini. Jangan sampai hal teknis seperti ini merusak demokrasi yang subtantif,” ujarnya.

Untuk diketahui ,Pasal 158 UU Pilkada mengatur mengenai pembatasan suara yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara di Pemilihan Kepala Daerah. Hal tersebut dinilaip melanggar HAM. Soalnya,  dengan adanya pembatasan tersebut menjadikan syarat formal bagi calon peserta yang ingin mengajukan permohonan kepada MK.

Kemudian,  MK juga mengeluarkan PMK (Peraturan Mahkamah Agung) yang menyatakan bahwa selisih tersebut diambil dari jumlah suara terbanyak. Hal inimenjadi pertentangan karena jumlah batasan selisih suara menjadi sangat kecil.
Tags:

Berita Terkait