Ini Kriteria Agar Izin Tambang Berstatus Clean and Clear
Berita

Ini Kriteria Agar Izin Tambang Berstatus Clean and Clear

Jika tidak memenuhi syarat yang ditentukan, IUP akan dicabut.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No.43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam beleid yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Sudirman Said pada 30 Desember 2015, diatur sejumlah ketentuan mengenai evaluasi menyeluruh terhadap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Termasuk, mekanisme evaluasi yang dilakukan Gubernur terhadap status Clean and Clear (CnC).

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara  Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, Permen ESDM tersebut merujuk pada Undang-Undang (UU) No.9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah dalam menentukan fungsi Gubernur. Bambang menuturkan Bupati atau Walikota memang tidak lagi berwenang untuk menerbitkan maupun mencabut IUP seiring terbitnya UU Pemda. Gubernur akan mengevaluasi dokumen perizinan tersebut dan hasilnya bisa diberikan status CnC atau pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

"Peraturan ini merupakan turunan regulasi yang ada. Pemerintah Pusat kini tinggal menunggu aksi dari para Gubernur untuk menertibkan tambang yang ilegal ataupun yang belum berstatus CnC," kataBambang, Kamis (14/1).

Bambang menambahkan, Berdasarkan data Kementerian ESDM terdapat lebih dari 10.000 IUP di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut hanya hampir 6.500 IUP yang sudah mengantongi CnC. Sementara sisanya masih non CnC. Melalui beleid ini, menurut Bambang, IUP non CnC itu masih berpeluang mendapatkan status CnC.

Untuk bisa mengantongi status CnC, ada beberapa kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Permen ESDM, yang harus dipenuhi oleh pemegang IUP. Pertama, pengajuan permohonan IUP atau peningkatan Kuasa Pertambangan (KP) dilakukan sebelum masa berlaku habis. Kedua, KP Eksploitasi harus merupakan peningkatan dari KP Eksplorasi.

Sementara itu, pencadangan dan permohonan KP harus dilakukan sebelum UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara berlaku. Selanjutnya, pencadangan KP pun tidak boleh pada wilayah yang aktif dan komoditasnya sama. Selain itu, Wilayah IUP tidak boleh tumpang tindih dengan wilayah lain yang komoditasnya sama.

Menurut Pasal 7, jika syarat-syarat itu yang ditentukan tidak dipenuhi, maka IUP bisa dicabut oleh Gubernur ataupun Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Akan tetapi, di dalam Pasal 8 diatur pengecualian pencabutan jika izin dimiliki oleh koperasi.

Bagi badan usaha yang tidak terbuka tidak diperbolehkan untuk memiliki lebih dari satu IUP atau KP. Jika ditemukan adanya badan usaha tidak terbuka yang memiliki lebih dari satu KP, maka ada mekanisme yang harus ditempuh pemegang IUP. Jika Wilayah IUP berhimpit dan tahapan kegiatannya sama, maka IUP tersebut akan digabungkan.

Sementara itu, jika tidak berhimpit maka akan diperintahkan untuk memindahkan IUP kepada badan usaha baru. Nantinya, pemegang IUP akan menjadi pemilik saham mayoritas dari badan usaha baru tersebut. Kemudian, IUP baru atas nama badan usaha baru tersebut akan diterbitkan.

Para pemegang IUP juga harus melaporkan tahapan kegiatannya agar bisa mendapatkan status CnC. Tak hanya itu, dokumen lingkungan yang telah disahkan oleh instansi berwenang juga menjadi syarat yang harus dipenuhi.

Terkait dengan administrasi finasial, pemegang IUP Eksplorasi harus memiliki bukti setoran iuran tetap sampai dengan tahun terakhir saat penyampaian. Bagi pemilik IUP Operasi, juga harus ada bukti penyetoran royalti. Akan tetapi, jika pemegang IUP Operasi belum melakukan kegiatan penjualan, maka Pasal 6 memberikan kompensasi agar bukti yang dimiliki cukup penyetoran iuran tetap dan surat keterangan daerah setempat saja.

“Ada waktu Sembilan puluh hari bagi pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi. Nanti setelah itu, IUP non CnC akan selesai," kata Bambang.
Tags:

Berita Terkait