Bongkar Keterlibatan Pelaku Besar, Eks Anak Buah OCK Dituntut Minimal
Berita

Bongkar Keterlibatan Pelaku Besar, Eks Anak Buah OCK Dituntut Minimal

Gary dianggap terbukti menyuap hakim dan panitera bersama-sama OCK, Gatot, dan Evy. Di sidang terpisah, hakim PTUN Medan divonis dua tahun penjara.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Gary di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Terdakwa Gary di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Penuntut umum KPK Feby Dwiyandospendy meminta majelis hakim menyatakan M Yagari Bhastara Guntur alias Gary terbukti bersalah menyuap tiga hakim dan panitera PTUN Medan. "Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp150 juta subsidair satu bulan kurungan," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (27/1).

Feby menyatakan, sesuai alat bukti di persidangan, perbuatan Gary telah memenuhi semua unsur Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Ancaman pasal ini dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda minimal Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta. Gary bersama-sama OC Kaligis, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho, dan Evy Susanti memberikan sejumlah uang kepada tiga hakim dan panitera PTUN Medan.

Sebagai pertimbangan meringankan, penuntut umum menyebutkan Gary telah ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator berdasarkan surat keputusan pimpinan KPK. Gary juga belum pernah dihukum, telah mengakui perbuatannya, dan membuka keterlibatan pelaku lain yang lebih besar dalam perkara ini.

Feby menguraikan, berdasarkan keterangan para saksi yang dihubungkan dengan alat bukti lainnya, ditemukan fakta bahwa sekitar Maret 2015, Gatot memberi tahu OC Kaligis mengenai adanya surat panggilan permintaan keterangan dari Kejaksaan Tinggi Sumut kepada Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut Ahmad Fuad Lubis.

Surat panggilan itu terkait dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil, dan penyertaan modal pada sejumlah BUMD Sumut. Gatot yang khawatir dugaan tersebut akan mengarah kepadanya, mendatangi OC Kaligis bersama istrinya, Evy.

Kemudian, lanjut Feby, OC Kaligis mengusulkan agar diajukan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut ke PTUN Medan. Alhasil, Gatot meminta Fuad menandatangani surat kuasa kepada tim penasihat hukum dari kantor OC Kaligis & Associates, yang terdiri dari Gary, OC Kaligis, Rico Pandeirot, Yulius, dan Anis.

Sebelum gugatan didaftarkan ke PTUN, OC Kaligis, Gary, dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah menemui panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan untuk dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni. Syamsir mengantarkan Gary, OC Kaligis, dan Indah ke ruangan Tripeni untuk berkonsultasi mengenai rencana pengajuan gugatan.

Tak lama, Indah dan Gary ke luar dari ruangan Tripeni, sedangkan OC Kaligis tetap di dalam sambil memberikan amplop berisi uang Sing$5000 kepada Tripeni. Usai memberikan uang kepada Tripeni, OC Kaligis kembali menemui Syamsir di ruangannya dengan memberikan uang sebesar AS$1000.

Feby mengungkapkan, sekitar Mei 2015, Syamsir menelepon Gary dan menyampaikan pesan Tripeni bahwa gugatan dapat didaftarkan ke PTUN Medan. Gary melaporkan kepada OC Kaligis dan OC Kaligis memutuskan mendaftarkan gugatan. Lalu, OC Kaligis meminta Gary menghubungi Musfata, orang kepercayaan Gatot.

Selanjutnya, pada 5 Mei 2015, Gary dan OC Kaligis kembali ke PTUN Medan. OC Kaligis bertemu Tripeni untuk berkonsultasi, serta menyerahkan beberapa buku beserta sebuah amplop berisi AS$10000. OC Kaligis meminta Gary mengurus pendaftaran. Akhirnya, gugatan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut pun didaftarkan ke PTUN Medan.

Tripeni selaku Ketua PTUN Medan menunjuk dirinya sendiri sebagai ketua majelis hakim, serta Dermawan Ginting dan Amir Fauzi, masing-masing sebagai hakim anggota yang menyidangkan gugatan OC Kaligis. Sebelum putusan, sempat terjadi perubahan pendapat dalam rapat permusyawarahan hakim dari yang semula menolak menjadi menerima sebagian.

Feby menyatakan, sebelum putusan, pada 5 Juli 2015, Gary, OC Kaligis, dan Indah berangkat ke kantor PTUN Medan. OC Kaligis meminta Gary untuk menyerahkan dua buah buku yang didalamnya diselipkan amplop berisi uang masing-masing AS$5000 kepada Dermawan dan Amir. Berselang dua hari, tiba lah pembacaan putusan.

Majelis hakim yang diketuai Tripeni, serta beranggotakan Dermawan dan Amir mengabulkan sebagian gugatan OC Kaligis. Majelis menyatakan surat permintaan keterangan yang dilayangkan Kejati Sumut kepada Fuad tidak sah. Setelah itu, sesuai arahan OC Kaligis, Gary menemui Syamsir untuk menyerahkan uang sebesar AS$1000.

"Pada 8 Juli 2015, Syamsir menelepon terdakwa menyampaikan bahwa Tripeni mau mudik. Terdakwa mencoba menelepon OC Kaligis dan OC Kaligis melalui Indah memerintahkan Gary memberikan amplop berisi uang AS$5000 kepada Tripeni. Keesokan harinya, 9 Juli 2015, Gary memberikan amplop itu kepada Tripeni," ujar Feby.

Menaggapi tuntutan jaksa, Gary dan penasihat hukumnya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). Ketua majelis hakim Sumpeno mengagendakan pembacaan pledoi pada sidang pekan depan. Saat sidang pemeriksaan terdakwa sebelumnya, Gary juga telah mengakui semua perbuatannya. Gary menyatakan pemberian uang itu atas perintah OC Kaligis.

Di sidang terpisah, majelis hakim yang diketuai Tito Suhud memvonis Amir Fauzi dua tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan. Amir terbukti menerima AS$5000 dari Gary dan OC Kaligis. Padahal, diketahui pemberian uang itu dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan. Atas putusan tersebut, Amir masih pikir-pikir untuk banding. 

Tags:

Berita Terkait