KUHAP Mungkinkan Perkara Novel Ditarik Lagi dari Pengadilan
Berita

KUHAP Mungkinkan Perkara Novel Ditarik Lagi dari Pengadilan

Pasal 144 KUHAP memberi kewenangan jaksa untuk menarik kembali surat dakwaan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Novel Baswedan di kantor KPK, Jumat (4/12). Foto: RES
Novel Baswedan di kantor KPK, Jumat (4/12). Foto: RES
Pengacara Novel Baswedan, Lelyana Santosa mengaku sudah berdiskusi dengan pimpinan KPK mengenai kelanjutan kasus Novel. Lelyana mengatakan, KPK sepakat akan membantu menyelesaikan kasus Novel sepenuhnya. "Agar tidak disidangkan. Kita masih ada waktu karena saat ini masih dalam tangan Kejaksaan," katanya di KPK, Senin (1/2).

Kewenangan Kejaksaan yang dimaksud adalah kewenangan untuk menarik kembali dakwaan Novel yang telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bengkulu. Kewenangan itu tercantum dalam Pasal 144 ayat (1) KUHAP. Dimana, penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan dengan tujuan menyempurnakan atau tidak melanjutkan penuntutan.

Namun, hal itu hanya dapat dilakukan penuntut umum sebelum penetapan hari sidang. Apabila Ketua Pengadilan sudah menetapkan jadwal sidang, maka penuntut umum tidak dapat lagi menarik surat dakwaan. Penuntut umum hanya dapat mengubah surat dakwaan satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

Terkait bantuan seperti apa yang akan diberikan KPK, Lelyana belum mengetahui secara detail. Namun, KPK akan berusaha sekeras mungkin agar perkara Novel tidak sampai disidangkan di pengadilan. Pemberian bantuan tersebut akan dilakukan KPK, baik secara formal maupun informal. "Caranya kita belum tahu pasti," ujarnya.

Pengacara Novel lainnya, Saor Siagian melanjutkan, kasus Novel bukan hanya menyangkut individu, tetapi kelembagaan. Pasalnya, Novel dikriminalisasi ketika sedang menyidik perkara di KPK. Kasus Novel sempat dihentikan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lalu dihidupkan kembali setelah penetapan tersangka Budi Gunawan.

Menurut Saor, sesuai hasil diskusi, pimpinan KPK sangat menyadari bahwa kelanjutan kasus Novel akan mengganggu kinerja KPK. Apalagi Presiden Joko Widodo sudah berpesan agar tidak membuat gaduh. Ia menganggap, apabila kriminalisasi Novel sampai dilanjutkan ke pengadilan, tentu akan menjadi suatu tragedi bagi penegakan hukum.

Terlebih lagi, Saor menilai, penanganan kasus Novel penuh dengan rekayasa dan maladministrasi. "Oleh karenanya, kami minta Kejaksaan untuk meneliti kembali kasus ini apakah layak di bawa ke pengadilan atau tidak, sehingga harus dihentikan sesuai rekomendasi Ombudsman bahwa kasus ini penuh rekayasa," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, pimpinan jilid IV sepakat agar kasus yang menimpa Novel bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Pihaknya berjanji akan terus bersinergi dengan Kepolisian dan Kejaksaan agar persoalan serupa ke depannya tak terjadi lagi.

“Sayaingin menegaskan bahwaNovel sebagaistaf ataupegawai di KPK akan mendapatkan support baik itu di dalam maupun di luar pengadilan. Kamiberlima tetap berupaya melakukan yang terbaik terhadappenyelesaian kasus ini,” tuturnya.

Ia tak menampik, Pasal 144 KUHAP memungkinkan Kejaksaan untuk menarik kembali surat dakwaan Novel. Namun sayangnya, ia enggan menungkapkan apa saja yang dibicarakan antara pimpinan KPK dengan lembaga penegak hukum yang lain.“Kamitidak perlu mendetailkan apa yang dibicarakan kami berlima dengan lembaga penegak hukum lain, tapi kami berupaya kesempatan itu bisa dimanfaatkan KPK, Kejaksaan dan Kepolisian karena memang menurut KUHAP hal seperti itu dimungkinkan,” tukasnya.

Rekayasa
Pengacara Novel, Julius Ibrani menyesalkan kasus kriminalisasi Novel tetap bergulir meski Ombudsman telah mengumumkan adanya maladministrasi dalam kasus tersebut. Betapa tidak, Ombudsman telah menyatakan pelapor kasus Novel tidak memenuhi kualifikasi dan mengindikasikan adanya penundaan penanganan kasus yang berlarut-larut.

Ombudsman juga pernah menyampaikan adanya rekayasa dan manipulasi Berita Acara proyekti, Berita Acara Laboratoris Kriminalistik Uji Balisti senjata api, serta adanya penggeledahan rumah, badan, dan penyitaan yang tidak sesuai prosedur. Ada pula ketidaksesuaian urutan tanggal administrasi penyidikan dan penggunaan alat bukti yang tidak relevan.

Julius menegaskan, temuan Ombudsman itu telah direkomendasikan kepada Kepolisian. Kepolisian dimina melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kepada jajaran penyidik yang menangani kasus Novel, serta melakukan penindakan terhadap adanya rekayasa, manipulasi penanganan perkara, dan penyimpangan prosedur.

Selain itu, Ombudsman merekomendasikan kepada Kejaksaan untuk melakukan pemeriksaan dan gelar perkara ulang terhadap kasus Novel.  Bersamaan dengan itu,  dalam berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan kepada Kepolisian untuk menghentikan upaya kriminalisasi dalam kasus Novel.

Namun, menurut Julius, kedua institusi penegak hukum itu justru mengabaikan  instruksi Presiden dan rekomendasi Ombudsman. Malahan, Kejaksaan Negeri Bengkul telah melimpahkan perkara Novel ke pengadilan. Oleh karena itu, ia mendesak Jaksa Agung segera menarik dakwaan sebelum jadwal sidang sebagaimana Pasal 144 KUHAP.

Kasus Novel ini mulai disidik ketika terjadi perseteruan antara KPK dan Polri saat KPK menyidik kasus korupsi Kakorlantas Mabes Polri Djoko Susilo. Menyikapi perseteruan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Polisi menghentikan kasus Novel. Pasca penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, Polisi kembali melanjutkan kasus Novel.

Novel diduga melakukan penganiayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004, sewaktu menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu. Novel didakwa dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dan Pasal 422 KUHP tentang menggunakan sarana atau paksaan, baik untuk memeras pengakuan atau mendapatkan keterangan.

Tags:

Berita Terkait