Pemerintah Diminta Sikapi Ancaman PHK Massal
Berita

Pemerintah Diminta Sikapi Ancaman PHK Massal

Perusahaan migas juga bisa kena imbas. Daya beli buruh rendah.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Said Iqbal. Foto: fspmi.or.id
Said Iqbal. Foto: fspmi.or.id
Rencana PT Ford Motor Indonesia menghentikan operasionalnya di Indonesia hampir pasti berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Ancaman PHK juga bisa menimpa karyawan dealer perusahaan otomotif itu di seluruh Indonesia.

Ancaman PHK masih muncul di tengah berbagai kebijakan ekonomi yang mendorong investasi di Indonesia. Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan ancaman serupa menimpa karyawan dua perusahaan elektronik besar asal Jepang. Hingga kini masih dilakukan perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja. Ratusan pekerja terancam PHK di pabrik perusahaan elektronik yang berlokasi di  kawasan industri EJIP di Cikarang.

Tutupnya sejumlah pabrik padat karya sangat disayangkan. Karena itu, Iqbal meminta perhatian serius Pemerintah. Ia menilai Pemerintah perlu melakukan evaluasi kebijakan yang diambil. Salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Iqbal menilai PP ini justru ikut memperlambat pertumbuhan ekonomi. Daya beli buruh menurun, dan pada akhirnya daya beli masyarakat juga ikut turun.

Menurut Iqbal melemahnya pertumbuhan ekonomi nasional itu dapat dilihat dari maraknya PHK yang dilakukan berbagai perusahaan besar milik asing seperti Ford dan Opel. “PHK di sektor industri padat modal (seperti elektronik dan otomotif) dan padat karya marak terjadi setelah pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi,” ujar Iqbal.

Iqbal menuntut pemerintah segera melansir data perusahaan sektor padat modal dan padat karya yang melakukan PHK. Karena itu penting untuk menunjukkan berjalan atau tidaknya kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah.

Iqbal mencatat potensi PHK dialami perusahaan yang memproduksi komponen otomotif baik mobil dan motor. PHK itu dialami oleh pekerja kontrak dan outsourcing dengan cara kontrak kerja mereka tidak dilanjutkan perusahaan. Menurutnya, itu terjadi karena produk-produk otomotif khususnya kendaraan roda dua CC kecil tidak mampu diserap pasar dengan baik. Masyarakat tidak punya daya beli untuk menyerap produk-produk itu. Lagi-lagi Iqbal menilai PP Pengupahan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat terutama buruh.

Untuk memperbaiki perlambatan ekonomi Iqbal mengusulkan agar pemerintah meningkatkan kembali daya beli masyarakat. Langkah itu bisa dimulai dengan mencabut PP Pengupahan. Pelaksanaan dan pengawasan kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah harus terimplementasi dengan baik. Jika itu tidak dilakukan Iqbal yakin target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 tidak akan mencapai sesuai target pemerintah. “Paling penting yang harus dilakukan pemerintah saat ini mengembalikan daya beli buruh,” tegasnya.

Menurut Iqbal pertumbuhan ekonomi berjalan baik di masa pemerintahan SBY karena daya beli masyarakat dijaga. Pasalnya, 63 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia disumbang dari sektor konsumsi dan produktifitas. Saat ini ia mencatat tingkat konsumsi hanya 48 persen. Gini rasio juga meningkat jadi 0,42 persen.

Selain sektor otomotif dan elektronik, Iqbal mengaku mendapat laporan dari anggotanya di sektor perusahaan minyak ada 5000 buruh mengalami PHK. Buruh yang mengalami PHK itu bekerja pada rekanan (perusahaan subkontraktor) perusahaan minyak yang melakukan eksplorasi. Turunnya harga minyak dunia memukul industri perminyakan.

Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, berpendapat perusahaan yang bergerak di industri minyak dan gas menghadapi situasi yang sulit untuk saat ini sehingga berpeluang melakukan PHK. Selain mengalami kesulitan dalam menjual produk mereka perusahaan migas juga menghadapi kendala dalam mengelola pinjaman mereka terhadap perbankan. “Untuk industri di luar minyak dan gas seperti elektronik dan otomotif itu bisnisnya masih bisa survive,” kata Hariyadi.

Hariyadi mengatakan perusahaan elektronik bisa jadi tidak memproduksi barang eletronik jenis tertentu lagi karena tren pasar sudah berubah sehingga pabrik yang memproduksi produk tersebut ditutup. Ada juga yang kalah bersaing di pasar. “Ford di Indonesia tutup karena tidak bisa bersaing dengan pabrik otomotif asal Jepang,” tukasnya.

Pemerintah sendiri, lewat Menaker M. Hanif Dhakiri, sudah meminta pengusaha dan pekerja untuk duduk bersama membahas pencegahan PHK di perusahaan. BKPM juga mendorong agar PHK dihindari.

Tags:

Berita Terkait