Ini Pledoi Dua Advokat yang Duduk di Kursi Pesakitan PN Jaksel
Utama

Ini Pledoi Dua Advokat yang Duduk di Kursi Pesakitan PN Jaksel

Soal dugaan melakukan pemalsuan surat, hal itu tidak mungkin terjadi karena surat tersebut sudah dilegalisir oleh notaris.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Negeri Jaksel. Foto: RES
Pengadilan Negeri Jaksel. Foto: RES
Dua advokat, Timotius Simbolon dan Jemmy Mokolensang, yang duduk di kursi terdakwa menyampaikan pledoinya, Senin (1/2), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.Keduanya diduga melakukan pemalsuan surat. Menurut Timotius, saat pihaknya memasuki lahan tersebut, dirinya didampingi oleh Polisi dan sebelumnya sudah mendapatkan kuasa dari kliennya dan sudah mengirim surat dahulu ke BCA.

“Kami buat surat izin ke Kapolda untuk mendampingi kami untuk masuk ke lokasi. Soalnya kata lurah silahkan dan minta pendampingan Polda takut ada kerusuhan. Saya minta tolong kepada polsek Setiabudi, dia yang dampingi kawan saya yang ditugaskan untuk mendampinginginya. Saya didampingi oleh klien dan sudah memberitahu kepada BCA,” ujarnya.

Sedangkan dugaan melakukan pemalsuan surat, menurutnya, hal tersebut tidak dapat mungkinkarenasurat tersebut sudah dilegalisir oleh notaris. Notaris tersebut juga datang saat persidangan dan memberikan keterangan bahwa dirinya membubuhkan tanda tangan karena kepemilikian surat yang dimiliki oleh kliennya bersamaan dengan eingendom yang berlaku, dan hak tersebut timbul karena diberikan oleh pemerintah Hindia Belanda.

“Bagaimana mungkin menggunakan surat palsu kalau notaris menyatakan melegalisir. Kita tanya dipersidangan kenapa membubuhkan tandatangan ke surat asli. Katanya,karena bersamaan dengan eignedom yang berlaku. Hak ini timbul karena hak diberikan oleh pemerintah Hindia-Belanda. Notarisnya juga aman-aman saja,” jelasnya.

Dirinya juga menjelaskan sudah melakukan konfirmasi ke semua instansi dan menyatakan tidak ada hak di atas tanah itu, saya cek dari keluharan sampai unit penerimaan pajak daerah, ke BPN, Kanwil, juga Kementrian Hukum dan HAM, dan percetakan negara. Dari semuanya tidak ada satu bukti pun yang menyatakan itu adalah tanah BCA. 

“Setelah itu kemudian saya bertemu dengan Ernawati (Pihak BCA) dan menanyakan sudah ada sertifikat belum? Belum pak. Kemudian saya berbicara dengan direktur BCA, mana sertifikat atas tanah ini? tidak ada,” jelasnya.

Dia menambahkan, sesudah semua dilakukan maka terjadilah suratmenyurat ke BCA. Dirinya kemudian menulis surat menyatakan kepada Direktur BCA dan menyatakan bahwa tanah itu adalah tanah kata kliennya, tidak pernah dijual ke BCA.

“Tolong supaya tidak ada permasalahan, saya undang anda ke kantor saya untuk membicarakan ini. Mereka kemudian menjawab kami tidak akan datang tetapi kami sudah beli tahun 1991. Kemudian,saya minta dia untuk menunjukan bukti dokumen kepemilikannya untuk saya beri tahu ke klien saya, namun tidak pernah dibawa dan tidak pernah ditunjukan,” tambahnya.

Tetapi kemudian surat bukti yang dibawa adalah surat yang bodong, tanah kepemilikan dari  180 m2 menjadi 8000 m2. Pada BAP tanggal 11 Juni 2013, pertanyaan penyidik ke Ernawati apa yang menjadi bukti kepemilikan? Bukti kepemilikan SKGB 847 terbit 8 juli 2013.

“SKGB terbit Juli kok bisa disebut di bulan Juni,” tegasnya.

Timotius dan Jemmy mendapatkan kuasa dari Jakub Sugiarto Sutrisno untuk mengurus lahan yang terletak di Jl. Karet III Gang Gusuran RT 10/01, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selaran seluas 7800 meter persegi. Lahan tersebut berdasarkan surat Akte Eigendom Vervonding Nomor: 6393 No.5 tertanggal 9 Djoeni 1937 atas Nama W.L. Lim Kit Nio (yang diakui sebagai ibu kandungnya Jakub).

Untuk diketahui, Pasal 263 ayat (2) KUHP mengatur tentang delik pemalsuan surat dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun. Sementara, Pasal 167 ayat (1) KUHP mengatur tentang delik menerobos rumah, ruangan atau pekarangan secara melawan hukum dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.

Sebelumnya,Timotius dan Jemmy dinyatakan tidak melanggar kode etik oleh Asosiasi Advokat Indonesia. Dalam pertimbangannya, majelis mempertimbangkan bahwa hal-hal yang dilakukan oleh Timotius dan Jemmy merupakan tindakan dalam melakukan tugas profesi.

“Menimbang, bahwa setelah Majelis memeriksa dan mempertimbangkan alasan-alasan, dalil-dalil, dan bukti Pengadu dan Para Teradu, bahwa Para Teradu tidak terbukti telah melakukan tugas profesinya sesuai dengan flatformdan lingkup kode Etik Advokat,” berikut yang tertera dalam kutipan salinan Putusan.


Tags:

Berita Terkait